KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menjadi perbincangan. Pengamat industri keuangan Irvan Rahardjo menyebutkan, selama 8 tahun berdiri kinerja OJK belum membaik. Sebab, ia menilai adanya temuan kasus di industri keuangan, sekaligus lemahnya tenaga pengawas. Terlebih, lemahnya kompetensi tenaga pengawas dan pemeriksa terkait penguasaan aspek bisnis maupun lingkungan bisnis industri dinilai berpengaruh terhadap konsistensi, obyektivitas serta kemampuan
risk balancing dan inovasi.
Baca Juga: Pemerintah pulihkan sektor perumahan dengan subsidi bunga KPR “Ambil contoh, teranyar ada kasus gagal bayar Bumiputera. Kebijakannya sudah diatur dalam POJK 41/2015 tentang pengelola statuter. Kemudian ada juga POJK 1/2018 tentang kesehatan Keuangan Usaha Bersama. Namun, sampai saat ini indikator keberhasilannya itu belum ada,” ujar Irvan dalam konferensi virtual (30/7). Lanjut ia, jika mengacu pada riset CitiAsia, tercatat indeks penilaian atas peraturan dan pengawasan OJK di industri
multifinance hanya 55,3%. Sementara di asuransi mencapai 65,2%, di sektor lembaga keuangan khusus 63.3% dan pada sektor perbankan hanya 55,3%. Tak hanya itu, indeks persepsi kinerja pengaturan dan pengawasan kesehatan pun dinilai buruk, karena hanya mencapai 59,3%. Sama halnya di perlindungan konsumen, dimana OJK mendapat
rating buruk, yakni 58,8%. “Lemahnya penguasaan aspek dan lingkungan bisnis industri, berkontribusi terhadap lemahnya kompetensi dan konsistensi pengawas, serta kemampuan pengawas dalam menciptakan keseimbangan antara pengelolaan risiko dan pengembangan industri,” tambahnya.
Baca Juga: Akulaku sudah restrukturisasi kredit hingga Rp 47,3 miliar per Juli 2020 Menanggapi komentar tersebut, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menegaskan, dalam realisasinya OJK telah menerbitkan 40 peraturan OJK (POJK) dan 9 Surat Edaran OJK (SEOJK) guna menjaga aspek prudensial, serta mengatasi permasalahan di saat pandemi. Dalam perlindungan konsumen pun, ia menjelaskan pihaknya telah menghentikan 61 investasi ilegal, 589 pinjaman
online ilegal dan 25 usaha gadai ilegal. “Dalam memperketat kinerjanya, OJK juga telah melakukan pengawasan berbasis teknologi. Hal itu seperti adanya aplikasi pelaporan
online dan OJK Box. Selanjutnya ada sistem pemantauan transaksi efek, dimana sistem ini memudahkan kami untuk memantau seluruh transaksi tanpa mendatangi pihak terkait,” kata Anto.
Ia bilang, saat ini pihaknya fokus untuk memaksimalkan kinerja sehingga OJK tidak menghiraukan desas-desus yang ada. Oleh karenanya, Anto berharap dengan adanya temuan kasus, seluruh pihak dapat berkontribusi guna meningkatkan kinerja OJK. “Faktanya masyarakat menaruh ekspektasi tinggi kepada OJK, sehingga kalau ada permasalahan di keuangan kami yang dilibatkan. Perlu ditekankan, OJK tidak bisa kerja sendiri. Sehingga kalau OJK berhasil, itu merupakan kerja sama kita semua, karena nggak mungkin OJK bisa kerja sendiri,” tutupnya.
Baca Juga: Bank Mandiri sudah salurkan kredit Rp 16,2 triliun dari dana PEN Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi