JAKARTA. Pengamat politik Populi Center Nico Harjanto menilai dualisme kepemimpinan di DPR antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) merupakan buntut dari cacatnya legitimasi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Ia mengatakan, Produk hukum yang cacat akan menimbulkan kontroversi berkepanjangan. Secara legal formal, kata Nico, KMP memang punya landasan hukum dalam memilih paket komisi sekaligus alat kelengkapan Dewan lainnya. Sementara, dasar hukum KIH membentuk pimpinan komisi tandingan sangat lemah. "Tapi, UU MD3 itu disahkan dalam suasana yang cacat legitimasi politiknya karena itu diputuskan sepihak, bukan oleh dua kekuatan politik yang ada. Tidak heran implikasinya menimbulkan krisis legitimasi seperti ini," ujar Nico, kepada Kompas.com, Kamis (30/10/2014).
Menurut Nico, ada dua hal yang bisa dilakukan untuk meredam tensi politik kedua kubu. Pertama, mengoreksi UU MD3 dan mengembalikan semangat proses politik di parlemen yang demokratis, dan kedua, jika KMP memang ingin mengutamakan kepentingan bangsa, seharusnya tidak menyapu bersih kursi pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan. Nico mengatakan, KMP harus lebih akomodatif dengan memberikan kursi pimpinan komisi kepada KIH agar proses politik di DPR memiliki legitimasi kuat karena diikuti semua kekuatan politik.