Pengamat: KY dan MA harus tegur Hakim Tipikor IM2



JAKARTA. Komisi Yudisial (KY) kini tengah memeriksa berkas perkara laporan dugaan pelanggaran etik dalam kasus PT Indosat Mega Media (IM2). Aduan datang dari sejumlah asosiasi industri telekomunikasi, PT Indosat Tbk, IM2, dan terdakwa Indar Atmanto. Kasus IM2 sendiri masih dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korusi (Tipikor).

Pengamat Hukum Universitas Indonesia, Dian Puji Nugraha Simatupang, menyarankan Komisi Yudisial (KY) untuk memberikan teguran keras kepada Majelis Hakim Tipikor yang menangani kasus Indosat Mega Media (IM2). Berdasarkan fakta di persidangan dan putusan sidang, Dian menilai majelis hakim yang terdiri dari 5 orang tersebut telah melanggar etika persidangan dan bersikap tidak profesional.

“Yang saya amati setiap kali sidang, tingkah laku majelis hakim tersebut sangat tidak profesional. Sungguh ironis padahal yang dipertaruhkan adalah nasib seseorang,” kata Dian, di Jakarta, (18/10).


Menurut Dian, majelis hakim IM2 telah tidak berlaku adil, tidak berperilaku jujur, tidak berdisiplin tinggi, maupun tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Mereka telah keliru menerapkan asas hukum dengan tidak mempertimbangkan bahwa perkara ini merupakan sengketa administrasi telekomunikasi seperti dinyatakan dipertimbangan putusan yang merujuk pada Pasal 34 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi).

Perkara IM2 bukan perkara tindak pidana korupsi, sehingga penyelesaiannya harus tunduk pada undang-undang di bidang telekomunikasi dan di bidang penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali dengan mengutamakan cara-cara penyelesaian administration penal, bukan dengan surat dakwaan.

Selain itu Majelis Hakim telah tidak mengindahkan sama sekali pendapat resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sebagai regulator yang memiliki kewenangan berdasar UU Telekomunikasi, dengan mengabaikan Surat Menteri Kominfo tanpa terlebih dahulu menjelaskan pertimbangannya. Menteri Kominfo telah dua kali melayangkan surat klarifikasi bahwa tidak ada yang dilanggar dalam perjanjian kerjasama antara Indosat dan IM2.

Majelis Hakim dalam putusannya juga mengabaikan fakta persidangan, dengan mengabaikan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan bukti surat. Terlebih lagi mengabaikan keterangan ahli a de charge yang diajukan oleh terdakwa dan penasihat hukum. Tindakan majelis hakim mengesampingkan alat-alat bukti surat, keterangan saksi dan keterangan ahli telah melanggar ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP dimana Majelis Hakim telah bersikap parsial dengan mengabaikan keterangan Ahli yang diajukan terdakwa.

Poin lainnya, majelis hakim tidak memahami perkara itu sendiri, sebagaimana diperlihatkan oleh salah satu anggota Majelis Hakim yang berulang kali menyebut PT INDOSAT TBK sebagai  PT INDOSAT TOBACCO padahal istilah tersebut adalah istilah dalam hukum ekonomi yang sudah menjadi pengetahuan umum yang seharusnya dipahami oleh Majelis Hakim sebagai pengadil, dan kesalahan ini juga tidak dikoreksi oleh anggota majelis lainnya sehingga menjadi bahan tertawaan pengunjung sidang.

Akibatnya, majelis hakim membuat kesalahan fatal dengan membuat kesimpulan yang tidak didasarkan kepada fakta-fakta persidangan, baik berupa keterangan saksi, surat maupun keterangan ahli.

Atas dasar hal tersebut, Dian Simatupang merekomendasikan dua hal kepada Mahkamah Agung (MA) diantaranya, memberikan teguran keras kepada para hakim Tipikor serta melayangkan peringatan tertulis. ”Insiden ini harus jadi momentum penegakan etika profesionalitas dalam dunia peradilan kita,” imbuh Dian.

Dian mengkhawatirkan kredibilitas dunia peradilan jika kualitas putusan hakim sama seperti yang terjadi dalam kasus IM2. ” Stigma kasus korupsi sudah pasti bersalah itu juga harus diluruskan, karena tidak semua tersangka korupsi sudah pasti bersalah, seperti kasus IM2 ini,” tegasnya.

Beberapa waktu lalu, sejumlah asosiasi industri telekomunikasi, PT Indosat, IM2 dan Indar Atmanto mengadukan lima hakim kasus IM2 ke KY atas dugaan ketidakprofesionalan. Mereka adalah Antonius Widijantono, Aviantara, Annas Mustaqim, Anwar, dan Ugo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan