KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) terus melanjutkan tren penurunan. Bahkan, hingga bulan Juli ini HBA sudah menyentuh US$ 71,92 per ton atau tergerus sebanyak 11,73% dibandingkan HBA Juni yang masih bertengger di angka US$ 81,48 juta ton. Menurut Ketua Indonesia Mining & Energi Forum (IMEF) Singgih Widagdo, faktor global memang ikut menentukan pergerakan harga batubara. Namun selain itu, penurunan harga juga disebabkan oleh kondisi saat ini yang berada pada puncak
oversupply.
Baca Juga: Bayar Cicilan Keenam, Utang Kotor Bumi Resources Tersisa US$ 1,7 Miliar premium "Total volume produksi nasional menjadi poin yang sensitif saat ini. Volume produksi nasional sangat sensitif atas kondisi pasar yang
oversupply saat ini," ujar Singgih. Alhasil, Kementerian ESDM pun dinilai perlu berhati-hati dalam menentukan volume produksi batubara di sepanjang tahun 2019. Hal itu mengingat pada bulan Juli ini, Kementerian ESDM membuka pengajuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi pelaku usaha batubara. Revisi tersebut memberikan kesempatan bagi produsen batubara yang ingin mengubah target produksi hingga akhir tahun ini. Pengajuan tersebut akan dievaluasi dan hasilnya akan didapatkan pada bulan Agustus, termasuk untuk kuota produksi yang akan diberikan pada masing-masing Provinsi. Kendati demikian, Singgih mengingatkan bahwa produksi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Daerah memang berada di bawah kontrol gubernur. "Maka konsolidasi nasional dalam memetakan dan mengelola industri batubara menjadi sangat
urgent dilakukan oleh Kementerian ESDM," ungkapnya. Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif. Ia bilang, kenaikan jumlah produksi yang signifikan dipastikan akan berpengaruh pada harga batubara. "Jadi kita lihat nanti bagaimana perimbangan naik turunnya produksi per perusahaan terkait kondisi ini," kata Irwandy saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (9/7).
Baca Juga: Pengajuan revisi RKAB batubara hingga akhir Juli, ESDM: Evaluasi selesai Agustus Dengan kondisi saat ini, Irwandy memprediksi harga batubara pada tahun ini akan berada di kisaran US$ 60-US$ 80 per ton. Irwandy menyebut, meski harga terus menurun, namun hal itu tidak akan berdampak signifikan terhadap perusahaan selama harga masih di atas biaya produksi. Hanya saja, margin keuntungan jelas akan berkurang. "Kecuali harga sudah di bawah biaya produksi dan siklusnya berlangsung lama, dampaknya akan sangat signifikan bagi kelangsungan industri batubara," sambungnya. Yang jelas, Irwandy melihat bahwa dalam rentang harga US$ 60-US$ 80 per ton industri batubara Indonesia masih akan mampu bertahan. "Tentunya dengan satu syarat ada pengertian antara
owner perusahaan dengan kontraktor batubara," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .