JAKARTA. Sejumlah pengamat persaingan usaha menyatakan, bahwa proses merger yang dilakukan PT XL Axiata Tbk (XL) dan PT AXIS Telekom Indonesia (AXIS) telah sesuai dengan aturan hukum tentang persaingan usaha. Proses merger XL-AXIS telah sejalan dengan Pasal 28 dan 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jo PP No. 57 Tahun 2010 dan Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2013. Merujuk pada keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang merger XL dan AXIS pada Rabu (11/12) lalu, KPPU menyatakan bahwa proses merger XL-AXIS berada dalam spektrum II, yakni sebesar 2653 HHI dan 2904 setelah akuisisi. Artinya, harus dilakukan Penilaian Menyeluruh, yang merupakan proses wajar yang dilalui dua perusahaan yang mau merger ketika perhitungan HHI industri telekomunikasi berada di level 1800- 3000. Intinya, siapapun perusahaan, bukan hanya XL dan AXIS, yang akan melakukan merger di industri telekomunikasi, KPPU pasti akan melakukan pemeriksaan menyeluruh lantaran HHI di kisaran 1800-3000. Sesuai Pasal 28 dan 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jo PP No. 57 Tahun 2010 dan Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2013, bila rentang HHI industri ada di kisaran 1800 hingga 3000, maka KPPU wajib melakukan Pemeriksaan Menyeluruh. “Menurut saya wajar, karena hasil analisis KPPU menunjukkan kalau HHI pra akusisi 2600-an, pasca akuisisi 2900-an, dan perubahan HHI dari transaksi tersebut sekitar 200-an. Jadi, penilaian KPPU atas proses merger XL-Axis adalah hal yang sangat wajar, tidak ada yang aneh,” kata pengamat Persaingan Usaha, Rikrik Rizkiyana, dalam keterangannya, Minggu (15/12). Menurut Rikrik, proses merger XL-AXIS telah sesuai aturan. Berdasarkan Perkom KPPU No 2 Tahun 2013 tentang Peleburan, Penggabungan, dan Pengambilalihan Badan Usaha, kata Rikrik, kalau konsentrasi pasarnya menunjukkan HHI pasarnya diatas 1800 dan perubahan HHI pra dan pasca transaksi lebih besar daripada 150, memang sudah seharusnya dilakukan penilaian menyeluruh.
Pengamat: merger XL-Axis sesuai aturan KPPU
JAKARTA. Sejumlah pengamat persaingan usaha menyatakan, bahwa proses merger yang dilakukan PT XL Axiata Tbk (XL) dan PT AXIS Telekom Indonesia (AXIS) telah sesuai dengan aturan hukum tentang persaingan usaha. Proses merger XL-AXIS telah sejalan dengan Pasal 28 dan 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jo PP No. 57 Tahun 2010 dan Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2013. Merujuk pada keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang merger XL dan AXIS pada Rabu (11/12) lalu, KPPU menyatakan bahwa proses merger XL-AXIS berada dalam spektrum II, yakni sebesar 2653 HHI dan 2904 setelah akuisisi. Artinya, harus dilakukan Penilaian Menyeluruh, yang merupakan proses wajar yang dilalui dua perusahaan yang mau merger ketika perhitungan HHI industri telekomunikasi berada di level 1800- 3000. Intinya, siapapun perusahaan, bukan hanya XL dan AXIS, yang akan melakukan merger di industri telekomunikasi, KPPU pasti akan melakukan pemeriksaan menyeluruh lantaran HHI di kisaran 1800-3000. Sesuai Pasal 28 dan 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jo PP No. 57 Tahun 2010 dan Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2013, bila rentang HHI industri ada di kisaran 1800 hingga 3000, maka KPPU wajib melakukan Pemeriksaan Menyeluruh. “Menurut saya wajar, karena hasil analisis KPPU menunjukkan kalau HHI pra akusisi 2600-an, pasca akuisisi 2900-an, dan perubahan HHI dari transaksi tersebut sekitar 200-an. Jadi, penilaian KPPU atas proses merger XL-Axis adalah hal yang sangat wajar, tidak ada yang aneh,” kata pengamat Persaingan Usaha, Rikrik Rizkiyana, dalam keterangannya, Minggu (15/12). Menurut Rikrik, proses merger XL-AXIS telah sesuai aturan. Berdasarkan Perkom KPPU No 2 Tahun 2013 tentang Peleburan, Penggabungan, dan Pengambilalihan Badan Usaha, kata Rikrik, kalau konsentrasi pasarnya menunjukkan HHI pasarnya diatas 1800 dan perubahan HHI pra dan pasca transaksi lebih besar daripada 150, memang sudah seharusnya dilakukan penilaian menyeluruh.