Pengamat: MRT harus terintegrasi dengan moda transportasi masal lainnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Transportasi, Azas Tohir Nainggolan menilai, proyek Mass Rapid Transit (MRT) harus terintegrasi dengan moda transportasi massal yang lainnya.

“Jangan lagi ribut masalah tarif MRT, nanti ujung-ujungnya tarif politis, tidak menyentuh kebutuhan. Yang kita pikirkan bukan hanya tarif, tapi bagaimana ini diakses dengan mudah,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (2/10).

Azas mengkhawatirkan, jika MRT yang investasinya besar itu, malah sepi penumpang. Menurutnya, untuk pengalihan penggunaan kendaraan pribadi menuju transportasi massal juga harus memikirkan aspek akses dan kenyamanan.


“Takutnya nanti orang berfikir aksesnya kok susah ya,” tudingnya.

Azas menilai tarif Trans Jakarta justru lebih murah. Namun, ojek online punya keunggulan akses yang lebih mudah. Untuk itu Ia menilai pemerintah harus memikirkan bagaimana akses MRT ini nantinya lebih memudahkan masyarakat.

Jadi Azas mengusulkan agar dari awal pemerintah harus menyiapkan integrasinya termasuk integrasi tarifnya. Integrasi antara MRT, LRT, Trans Jakarta dan Commuter Line.

“Jadi kalau masih bicara masing-masing, nanti sayang, kita sudah bangun bagus-bagus semua ya MRT, sebentar lagi ada LRT. Jika bisa dibangun integrasinya, itu luar biasa,” terangnya

Ia menyayangkan jika moda transportasi massal yang canggih tersebut tidak dikelola dengan baik. “Jangan mental kelolanya masih seperti kelola angkot, masih tunggal-tunggal,” terangnya.

Sebelumnya Direktur Utama PT MRT, William Sabandar mengatakan, PT MRT mengusulkan harga Rp 8.500 per 10 km.

Menurutnya bahwa harga Rp 8.500 merupakan kerelaan masyarakat dalam membayar, namun semakin murah harga tiketnya maka akan semakin besar jumlah subsidi yang diberikan Pemprov DKI.

Sementara menurut Azas, tarif MRT nantinya 60% harus berasal dari subsidi Pemprov DKI. Nilai tarif yang dikeluarkan oleh masyarakatt maksimal 40%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Narita Indrastiti