KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Calon Presiden (Capres) Anies Baswedan mengkritik program food estate dan merencanakan program contract farming jika nantinya terpilih sebagai presiden. Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai bahwa, food estate dan contract farming akan lebih ideal jika dipadukan. Dimana food estate merupakan langkah untuk memastikan atau menjamin produksi. Sedangkan contract farming ialah menjamin kepastian pasok dan harga jual. "Food estate tidak ada kaitan dengan pasar. Idealnya, food estate digabungkan dengan contract farming. Jadi, komoditas yang dihasilkan di food estate sudah pasti akan dipasok ke mana dengan harga yang disepakati," jelas Khudori dihubungi KONTAN, Kamis (30/11).
Ia menjelaskan, contract farming semacam perjanjian antara pemasok komoditas pertanian dengan pembeli dengan volume dan harga yang disepakati. Khudori mengungkap bahwa, contract farming merupakan praktik yang biasa dan sudah banyak dilakukan.
Baca Juga: Tinjauan Mendalam terhadap Kebijakan Ketahanan Pangan Indonesia 2024 Misalnya saja di sektor peternakan unggas, dimana banyak peternak yang berkontrak dengan perusahaan integrator untuk memastikan pasokan dengan harga yang disepakati. Kemudian du subsektor hortikultura, Ia memberi contoh banyak petani yang berkontrak dengan supermarket atau pasar modern untuk memasok sayuran dengan volume, spek kualitas, dan harga yang disepakati kedua belah pihak. Menurutnya, contract farming juga bukan hal yang belum pernah dilakukan pemerintah. Ia menyebut, pada masa Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta contract farming sudah dilakukan dengan daerah-daerah pemasok. "Waktu Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta, beliau juga melakukan contract farming dengan daerah2 pemasok. Misalnya, untuk kepastian pasokan beras ke Jakarta berkontrak dengan Sulawesi Selatan. Untuk memastikan pasokan daging sapi, berkontrak dengan NTT dan seterusnya," ungkapnya. Meski demikian, contract farming akan menjamin dan memastikan pasokan komoditas yang diperjanjikan dalam kontrak. Contract farming juga akan menjamin dan memastikan harga sesuai yang diperjanjikan dalam kontrak. Melalui langkah ini akan memastikan dan menjamin pasokan serta harga. "Lewat langkah ini, pasokan dijamin stabil dan tidak ada kelangkaan. Harga juga dijamin stabil," imbuhnya. Kembali Khudori menyebut bahwa contract farming dan food estate tidak bisa dihadapkan. Keduanya memiliki fokus yang berbeda ya g seharusnya bisa digabungkan agar lebih maksimal. "Karena kepastian pasar sering jadi masalah, contract farming tentu penting didorong. Kalau sudah berkontrak, masalah di hulu atau di lahan pasti akan dengan sendirinya ditata dg baik. Kalau tidak, yg teken kontrak pasok gak bisa memenuhi kewajiban. Bukan hanya volume, kontinuitas maupun kualitas," ujarnya. Deputi Bidang Perekonomian Kantor Staf Presiden (KSP) Edi Priyono mempertanyakan food estate mana yang disebut tak melibatkan petani bahkan bisa merusak ekologi. Ia mengatakan, untuk food estate yang ada di Keerom, Papua saja saat ini diklaim berjalan sesuai dengan yang ditargetkan. Bahkan di Keerom, Edy mengatakan pelaksanaan food estate melibatkan para petani setempat dan tak berindikasi adanya kerusakan ekologi karena program tersebut. "Saya baru saja ke Food Estate Keerom (Papua). Di sana melibatkan petani setempat, dan juga tidak ada indikasi merusak ekologi. Yang kami lihat langsung belum lama ini adalah Keerom. Menurut kami on the right track," ungkap Edy.
Baca Juga: Capres Anies Baswedan Kritik Food Estate, Begini Respons Mentan Amran Sebelumnya dalam acara WALHI Anies Baswedan mengatakan, saat ini terlihat adanya ketidakpastian produksi pertanian. Mulai dari harga pupuk bagi petani, hingga pada akhirnya berdampak pada harga di tingkat konsumen yang cukup tinggi. Maka ke depan Anies mengatakan tidak akan mengkonsentrasikan untuk program food estate. Ia justru ingin fokus pembangunan contract farming.
Food estate dinilai menjadi pendekatan dimana negara menguasai produksi secara sentralistik. Selain itu Anies menilai, dengan food estate membuat kepastian hasil tani hanya pada mereka yang berada di kawasan food estate. "Ini praktiknya ini adalah sebuah produksi pertanian berbasis korporasi. Sementara yang kita butuhkan sebaliknya, kita justru membutuhkan agar petani-petani yang tempatnya ada di seluruh wilayah indonesia bisa mendapatkan kesetaraan, kesempatan agar produknya ikut didalam pasar produk pertanian di Indonesia," kata Anies dikutip dari Kanal YouTube WALHI. Menurutnya, fokus food estate ada pada ekstensifikasi lahan pertanian. Anies ingin menggeser fokus nantinya pada intensifikasi pertanian rakyat untuk peningkatan produktifitas pertanian. Dengan pola contract farming diharapkan petani di seluruh Indonesia memiliki kesempatan memperoleh nilai tambah atas kerja mereka dan sistem yang berkeadilan untuk semua. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .