KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Habdy Lubis menuturkan, penyaluran bantuan sosial (bansos) secara konvensional atau dalam bentuk sembako rawan terhadap potensi penyelewengan. "Nah pada saat pandemi Covid melanda, masalahnya adalah database masyarakat yang berhak menerima bansos tidak ada atau kalaupun ada pola verifikasi dan validasinya relatif tidak berjalan. Sehingga transfer via rekening pun tidak dilakukan dan kembali lagi ke cara tradisional dengan pembagian kantong sembako yang sangat rentan terhadap penyelewengan," jelas Rissalwan kepada Kontan.co.id pada Selasa (15/12). Padahal sebelum pandemi Covid-19, mekanisme penyaluran bansos sudah menggunakan mekanisme transfer dana ke penerima manfaat secara langsung, Rissalwan memberi contoh misalnya Bansos Program Keluarga Harapan atau PKH.
Mekanisme penyaluran melalui perbankan dinilai terbukti sulit untuk celah terjadinya peluang penyimpangan atau korupsi. Hal itu lantaran mekanisme pencatatan transaksi perbankan diketahui rigid dan sulit untuk diselewengkan. Baca Juga: Jokowi dinilai tengah menunggu waktu yang pas untuk reshuffle Rissalwan menekankan, mekanisme konvensional tak lagi dapat digunakan dengan adanya potensi penyelewengan. Dimana penyaluran secara konvensional pastinya melalui pengadaan pihak ketiga. Alhasil Rissalwan menyebut tentunya ada 'negosiasi' dari proses tersebut.