Pengamat pasar modal: Backdoor listing jangan sampai merugikan investor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar tengah menanti final merger PT Indosat Tbk (ISAT) dan Hutchinson 3 Indonesia. Di tengah penantian tersebut, kekhawatiran implikasi backdoor listing justru muncul.

Asal tahu saja, backdoor listing merupakan kondisi di mana proses peralihan perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka tanpa mekanisme initial public offering (IPO). Tapi, dengan akuisisi saham oleh perusahaan yang belum go public.

Pengamat pasar modal Reza Priyambada menyebut, backdoor listing sejatinya bukan praktik ilegal. "Namun, tak bisa dipungkiri tidak adanya aturan yang secara khusus mengatur hal ini menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar," ujarnya dalam webinar dengan topik 'Mencermati  Backdoor Listing di Bursa: Ada Resiko bagi Investor', Selasa (16/2).


Apalagi, banyak kejadian perfoma saham setelah backdoor listing justru turun. Salah satu contoh, saham PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) yang hingga saat ini suspensinya belum dibuka.

Baca Juga: Emtek (EMTK) Caplok 71,88% Saham SAME Senilai Rp 581 Miliar

PT Hokindo Mediatama kala itu menyerap saham baru emiten ritel tersebut senilai Rp 8,1 triliun. Setelah ini, RIMO menjadi perusahaan properti.

Meski demikian, tidak semua backdoor listing berujung buruk. Hal ini yang juga diharapkan dari merger ISAT dan Hutchinson.

Pengamat ekonomi dan keuangan Yanuar Rizky pada kesempatan yang sama mengatakan, tender offer sejatinya bisa menjadi mekanisme perlindungan investor. Terlebih, untuk investor yang tidak setuju backdoor listing. Dengan demikian, sahamnya bisa dibeli di harga yang sesuai.

Cuma memang, saat krisis 2008, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut kewajiban tender offer dengan alasan mempercepat restrukturisasi. "Sampai saat ini masih seperti ini, sehingga posisinya tidak tender offer juga tidak apa-apa," imbuhnya.

Melihat kondisi yang ada, Wakil Ketua Komisi VI DPR Martin Manurung mengaku agak khawatir terhadap proses yang terjadi di Indosat dan Tri. Terutama, kaitannya dengan kepemilikan saham pemerintah di Indosat yang saat ini tersisa 14,6%.

"Saya pribadi khawatir atas potensi terdilusinya persentase kepemilikan saham pemerintah di Indosat akibat merger dengan Hutchinson. Untuk mencegah hal ini terjadi, pemerintah dapat menambah modal, lebih baik lagi kalau bisa menambah persentase kepemilikan saham. Akan tetapi, langkah ini kurang bijaksana bila dilaksanakan di tengah beban keuangan, vaksinasi, dan pemulihan ekonomi nasional yang berat," ujarnya. 

Jadi, perlu dikaji lebih lanjut opsi apa saja yang tidak membebani keuangan negara saat ini. Tentu hal ini juga perlu menunggu proposal merger dari Hutchinson dan Indosat.

Selanjutnya: Mitra Investindo (MITI) akan eksekusi reverse stock pekan depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi