Pengamat Pasar Modal: OJK dan BEI Perlu Pertanyakan Soal BREN ke FTSE Russel



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Financial Times Stock Exchange (FTSE) Russell akan mendepak emiten milik Prajogo Pangestu, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dari indeks FTSE Global Equity Indonesia. 

Alasan FTSE mengeluarkan BREN adalah karena tidak memenuhi ketentuan free float atau jumlah saham yang beredar di pasar reguler yang tertuang dalam aturan high shareholder concentration yang diamanatkan FTSE. 

Akibat pengumuman ini, saham BREN langsung Auto rejection Bawah (ARB) pada perdagangan Jumat (20/9) Ketika perdagangan dibuka. Saham BREN ARB ke level Rp 8.825 per saham atau anjlok 19,95%. Kapitalisasi pasar atau market cap BREN pun langsung merosot menjadi Rp 1.180 triliun.


Baca Juga: Saham Barito Renewables (BREN) Dicoret dari Konsituen Indeks FTSE Russell

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy mengatakan keputusan FTSE untuk mengeluarkan BREN dari daftar konstituen indeksnya menimbulkan pertanyaan, terutama mengingat alasan yang digunakan terkait konsentrasi kepemilikan saham.

Budi menjelaskan, informasi mengenai 97% saham BREN yang dimiliki oleh empat pemegang saham besar sebenarnya sudah tersedia secara publik sejak penerbitan prospektus IPO, dan data ini juga tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). 

 
BREN Chart by TradingView

"Data itu bukan hal baru. FTSE seharusnya sudah mengetahuinya sejak awal ketika mereka menyaring emiten untuk masuk dalam indeks mereka," ujar Budi dalam keterangannya yang diterima Kontan.o.id, Jumat (20/9) .

Keputusan FTSE yang tiba-tiba mengeluarkan BREN setelah beberapa hari memasukkan perusahaan tersebut ke dalam indeksnya dinilai berpengaruh besar terhadap volatilitas pasar. 

Baca Juga: FTSE Russel Kocok Ulang Konstituen, Saham BREN Kembali Masuk Kategori Large Cap

Budi mencatat bahwa saham BREN terkena auto rejection bawah (ARB) dan turun hampir 20% pada hari pengumuman tersebut. "Yang paling dirugikan dalam situasi ini adalah investor ritel," katanya.

Sebagai lembaga kredibel, FTSE dinilai seharusnya lebih berhati-hati dalam menentukan inclusion maupun exclusion emiten dari indeksnya. "Keputusan FTSE mempengaruhi keputusan investasi, terutama bagi fund besar. Jadi dampaknya tidak main-main," jelas Budi.

Ia juga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk lebih proaktif mempertanyakan kebijakan yang diambil FTSE. 

"OJK dan BEI harus meminta penjelasan mengapa FTSE tidak cermat dalam melihat faktor yang dijadikan dasar pengeluaran BREN dari indeks. Terlebih, BREN memiliki kapitalisasi pasar yang sangat besar di Indonesia, sehingga keputusan tersebut berdampak signifikan terhadap pasar kita," pungkasnya.

Baca Juga: IHSG Longsor ke Level 6.897, BREN Jadi Buah Bibir Selama Sepekan

Budi mengharapkan agar ada evaluasi yang lebih mendalam terhadap proses penentuan emiten yang masuk atau keluar dari indeks, terutama di tengah kondisi pasar yang sebenarnya sedang positif usai penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) dan Fed Fund Rate.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli