JAKARTA. Rencana DBS Holdings mengakuisisi Bank Danamon terus menuai kontroversi. Yang terbaru, sejumlah pengamat menilai, ada indikasi, cara DBS Holdings ingin menguasai Bank Danamon berpotensi melanggar aturan pasar modal. Kekeliruan mendasar DBS adalah, ketika bertransaksi dengan Fullerton dan mengumumkan rencana tender offer berikut harganya, mereka belum meminta persetujuan Bank Indonesia (BI) dan Bapepam-LK. Sesuai peraturan Bapepam-LK IX.F.1, tender offer baru menjadi informasi publik setelah terdaftar ke Bapepam-LK. Lantaran Danamon emiten bank, Bapepam-LK hanya memproses permohonan setelah BI menyetujui transaksi itu. Tapi, seperti pernah diungkapkan oleh Gubernur BI Darmin Nasution (KONTAN 4 April 2012), saat itu, ternyata, DBS belum meminta persetujuan ke BI.
Restu BI penting karena transaksi ini menimbulkan pergantian pemegang saham pengendali. Betul, perubahan kepemilikan terjadi di Asia Finansial, anak usaha Fullerton Financial Holdings yang jadi pemilik lama Danamon. Tetapi, objek transaksi (Danamon) di wilayah hukum Indonesia sehingga harus tunduk aturan disini. "Mengubah rencana bisnis bank (RBB) saja, bank harus lapor, apalagi ultimate shareholder (pemilik) berganti," kata Yanuar Rizki, pengamat pasar modal. DBS juga belum meminta persetujuan RUPS. Jika mengikuti aturan, DBS semestinya menggelar RUPS sebelum bertransaksi dan mengumumkan harga tender offer. DBS menyampaikan hasil RUPS ini berbarengan pengajuan izin menjadi pemilik baru. Pada tahap itu, DBS boleh mengumumkan rencana akuisisi dan tender offer. Pengumuman harus disertai pernyataan bahwa mereka tengah mengurus izin ke bank sentral. Selama BI belum mengizinkan, DBS tidak boleh mengumumkan harga tender offer-nya.