Pengamat: Pelayanan berbelit picu pungli



KUPANG. Pengamat Kebijakan Publik Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang Tommy Susu mengatakan, pelayanan berbelit-belit kepada masyarakat di lembaga-lembaga umum berkaitan dengan perizinan, pajak dan jasa layanan sosial lainnya merupakan pemicu terjadinya pungutan liar atau Pungli.

Tak jarang sistem perizinan seperti Surat Izin Mengemudi, Surat Izin Mendirikan Bangunan, Surat Izin Tempat Usaha, Surat Izin Jasa Konstruksi dan dokumen kependudukan dari warga yang sebenarnya sederhana justru dipersulit demi pungli," katanya di Kupang, Selasa (18/10).

Sehingga dengan terkuaknya pungli di Kemenhub berkat adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) polisi, bukan hal yang mengagetkan, karena praktik calo dan pungli di Indonesia sudah mengurat akar.


Sebab, menurut dia, perizinan dan dokumen kependudukan atau lainnya memang telah menjadi komoditas yang paling memberi peluang terjadinya pungli oleh siapa saja, apakah warga masyarakat biasa, aparat sipil negara dan termasuk aparat penegak hukum yang berurusan dengan jasa layanan perizinan.

"Jadi, tidak perlu kaget dengan OTT itu karena layanan perizinan dan urusan dokumen kependudukan telah menjadi komoditas paling laris di Indonesia. Ketika izin susah, berbelit-belit, di situ peluang pungli muncul," katanya.

Pengawasan internal

Dosen Fisipol Unwira Kupang itu mengatakan lemahnya pengawasan internal di setiap instansi mulai dari kementerian dan lembaga hingga ke tingkat RT dan Desa serta kelurahan telah memicu maraknya praktik pungli.

Kasus penangkapan sejumlah pegawai Kementerian Perhubungan dalam sebuah operasi oleh Bareskrim Polri beberapa waktu lalu, menjadi bukti tidak efektifnya sistem pengawasan internal yang selama ini berjalan.

Ke depan, katanya, peran dari Inspektorat Jenderal perlu ditingkatkan dalam mencegah pelanggaran dan penyalahgunaan kewenangan.

"Memang masih lemah internal auditor itu. Kalau kuat, tidak akan banyak hal-hal yang terjadi seperti itu (pungli)," ujar Deputi Birokrasi, Akuntabilitas, Aparatur, dan Pengawasan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan RB) Muhammad Yusuf Ateh pada diskusi Polemik SINDO Trijaya FM bertema 'Pungli, Retorika dan Realitas' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin (17/10).

Yusuf mengatakan lemahnya pengawasan inspektorat disebabkan banyak faktor, salah satunya posisi mereka yang berada di bawah menteri atau kepala lembaga.

Hal itu membuat hasil pengawasan atau temuannya jarang terungkap. "Apalagi di daerah, masalahnya independensi. Kalau pimpinannya tidak benar, pasti (pejabat inspektorat) tidak benar, karena dia tidak punya independensi," kata Yusuf.

Faktor lain adalah kompetensi para petugas inspektorat yang relatif masih lemah. "Banyak orang yang tidak punya sertifikat auditor tapi jadi auditor," kata dia.

Selain itu, menurut Tomy, fasilitas layanan publik yang telah disediakan pemerintah dan lembaga terkait belum dimaksimalkan untuk mencegah adanya pungli.

Fasilitas layanan publik seperti kontak center, pelayanan perizinan satu atap dan layanan online dan lainnya sudah tersedia, hanya saja belum maksimal dalam pemanfaatannya," katanya.

Presiden menegaskan pungutan sekecil apapun tidak akan dibiarkan dan akan langsung berurusan dengan dirinya. Jokowi menuturkan pungli itu nilainya memang relatif kecil dibandingkan kasus-kasus korupsi.

Tapi, jumlah yang kecil itu merata dan berulang di banyak sektor pelayanan publik sehingga meresahkan masyarakat.

Menurut Tomy Susu, pemberantasan Pungli yang terjadi di kantor-kantor, instansi, hingga jalan raya, nilainya bisa menjadi triliunan rupiah ketika terjadi di Sabang-Merauke.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia