JAKARTA. Sebagian subsidi pemerintah dari program beras miskin (raskin) bisa dialihkan untuk pengembangan infrastruktur pertanian. Pengamat pertanian, Mohammad Husein Sawit, mengatakan, seharusnya alokasi subsidi (kecuali benih) bisa diberikan untuk perbaikan infrastruktur. Selain itu, secara bertahap pemerintah seharusnya memangkas volume raskin hingga 1,8 juta ton-2,2 juta ton dengan kandungan impor seminimal mungkin.Dari volume raskin rataan per tahun selama periode 2000-2011 sekitar 3 juta ton per tahun, hanya sekitar 2,1 juta ton per tahun yang berasal dari dalam negeri. Sisanya, pemerintah mengandalkan impor sekitar 0,54 juta ton per tahun atau setara dengan 18% dari total pengadaan.Apabila pemerintah berniat melakukan pemangkasan kuota raskin maka harus mempertimbangkan beberapa hal. Yaitu, gangguan kekurangan energi dan protein (KEP), stabilisasi harga, dan diversifikasi pangan.Pemerintah harus menentukan target daerah (provinsi/kabupaten/kecamatan) yang rentan kejadian KEP dan atau wilayah dominan konsumsi nonberas. "Selain itu, provinsi dengan pendapatan masyarakatnya yang tinggi seharusnya tidak lagi mendapat alokasi raskin," ungkapnya, akhir pekan lalu.Selain itu, pemerintah juga seharusnya menghentikan distribusi raskin pada bulan-bulan panen raya sekitar Maret-Mei. Sehingga, penyaluran raskin hanya berlangsung selama 9-10 bulan yang setara dengan pengurangan 0,8 juta ton. Sisa kuota raskin dapat digeser pendistribusiannya untuk alokasi kebutuhan saat musim paceklik pada November, Desember, atau Januari.Namun, peneliti Universitas Andalas, John Farlis, justru mengusulkan agar pemerintah meningkatkan kuota raskin. Dia mengkalkulasi, subsidi yang dinikmati setiap RTS pada alokasi 15 kg raskin sebesar Rp 74.370 per RTM setiap bulan. Angka itu sama dengan Rp 892.440 per tahun."Sebaiknya pola raskin diubah menjadi beras masyarakat (rasmas) sehingga bisa melayani semua warga dengan kualitas medium," ucapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengamat: Pemerintah bisa pangkas volume raskin untuk tingkatkan infrastruktur
JAKARTA. Sebagian subsidi pemerintah dari program beras miskin (raskin) bisa dialihkan untuk pengembangan infrastruktur pertanian. Pengamat pertanian, Mohammad Husein Sawit, mengatakan, seharusnya alokasi subsidi (kecuali benih) bisa diberikan untuk perbaikan infrastruktur. Selain itu, secara bertahap pemerintah seharusnya memangkas volume raskin hingga 1,8 juta ton-2,2 juta ton dengan kandungan impor seminimal mungkin.Dari volume raskin rataan per tahun selama periode 2000-2011 sekitar 3 juta ton per tahun, hanya sekitar 2,1 juta ton per tahun yang berasal dari dalam negeri. Sisanya, pemerintah mengandalkan impor sekitar 0,54 juta ton per tahun atau setara dengan 18% dari total pengadaan.Apabila pemerintah berniat melakukan pemangkasan kuota raskin maka harus mempertimbangkan beberapa hal. Yaitu, gangguan kekurangan energi dan protein (KEP), stabilisasi harga, dan diversifikasi pangan.Pemerintah harus menentukan target daerah (provinsi/kabupaten/kecamatan) yang rentan kejadian KEP dan atau wilayah dominan konsumsi nonberas. "Selain itu, provinsi dengan pendapatan masyarakatnya yang tinggi seharusnya tidak lagi mendapat alokasi raskin," ungkapnya, akhir pekan lalu.Selain itu, pemerintah juga seharusnya menghentikan distribusi raskin pada bulan-bulan panen raya sekitar Maret-Mei. Sehingga, penyaluran raskin hanya berlangsung selama 9-10 bulan yang setara dengan pengurangan 0,8 juta ton. Sisa kuota raskin dapat digeser pendistribusiannya untuk alokasi kebutuhan saat musim paceklik pada November, Desember, atau Januari.Namun, peneliti Universitas Andalas, John Farlis, justru mengusulkan agar pemerintah meningkatkan kuota raskin. Dia mengkalkulasi, subsidi yang dinikmati setiap RTS pada alokasi 15 kg raskin sebesar Rp 74.370 per RTM setiap bulan. Angka itu sama dengan Rp 892.440 per tahun."Sebaiknya pola raskin diubah menjadi beras masyarakat (rasmas) sehingga bisa melayani semua warga dengan kualitas medium," ucapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News