KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instrumen harga eceran tertinggi (HET) yang dikenakan pada komoditas beras dinilai tidak tepat. Pasalnya, harga patokan tersebut tidak mempertimbangkan fluktuasi harga beras pada masa panen dan paceklik serta menyebabkan margin perusahaan penggilingan kecil makin menipis. Oleh karena itu, pengamat menyarankan adanya penetapan HET fleksibel sesuai dengan masa panen padi. "Harga gabah fluktuatif mengikuti kondisi panen, saat panen gadu harga rendah dan saat paceklik jadi tinggi, HET harusnya ikuti irama itu juga. Karena kalau dipatok setahun, penggilingan kalau dipaksa produksi medium akan rugi sama dengan petani," kata Pengamat Pertanian Khudori kepada Kontan.co.id, Minggu (28/10). Tak hanya menerapkan HET fleksibel, tapi Khudori melihat Kementerian Perdagangan, sebagai kementerian teknis pengatur pasar, harusnya cukup fokus pada pengendalian beras medium saja. Pasalnya, beras premium merupakan komoditas kelas menengah ke atas yang membeli beras mahal karena mampu, sehingga pertambahan nilai tersebut seharusnya dibebaskan sesuai dengan kemampuan ekonomi kalangan yang mampu membayar lebih tersebut.
Pengamat: Penetapan HET beras harus fleksibel ikuti irama panen
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instrumen harga eceran tertinggi (HET) yang dikenakan pada komoditas beras dinilai tidak tepat. Pasalnya, harga patokan tersebut tidak mempertimbangkan fluktuasi harga beras pada masa panen dan paceklik serta menyebabkan margin perusahaan penggilingan kecil makin menipis. Oleh karena itu, pengamat menyarankan adanya penetapan HET fleksibel sesuai dengan masa panen padi. "Harga gabah fluktuatif mengikuti kondisi panen, saat panen gadu harga rendah dan saat paceklik jadi tinggi, HET harusnya ikuti irama itu juga. Karena kalau dipatok setahun, penggilingan kalau dipaksa produksi medium akan rugi sama dengan petani," kata Pengamat Pertanian Khudori kepada Kontan.co.id, Minggu (28/10). Tak hanya menerapkan HET fleksibel, tapi Khudori melihat Kementerian Perdagangan, sebagai kementerian teknis pengatur pasar, harusnya cukup fokus pada pengendalian beras medium saja. Pasalnya, beras premium merupakan komoditas kelas menengah ke atas yang membeli beras mahal karena mampu, sehingga pertambahan nilai tersebut seharusnya dibebaskan sesuai dengan kemampuan ekonomi kalangan yang mampu membayar lebih tersebut.