Pengamat: Pengetahuan tentang tertib ukur harus ditingkatkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) tahun 2018 mengalami peningkatkan menjadi 40,41 (Level Mampu) dari 33,70 (Level Paham) pada tahun 2017. Peningkatan IKK ini dinilai sebagai hal positif oleh berbagai kalangan. 

Meski begitu pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan (Kemdag), tidak boleh berpuas diri. Lantaran nilai IKK tersebut masih rendah dibandingkan negara-negara lain. Misalnya Malaysia dan Korea Selatan yang IKK-nya sudah jauh diatas Indonesia, yakni masing-masing 56,9 dan 64.

“Sudah bagus. Cuma ke depan memang harus diperluas karena kayak tertib ukur kalau tidak salah baru satu provinsi satu kota besar. Ke depan Kemendag mungkin bisa melatih SDM-SDM di daerah supaya bisa lebih paham aturan,” ujar ekonom dari Universitas Sam Ratulangi, Agus Toni Poputra, Selasa (19/3). 


Aturan yang ada saat ini pun dinilai Agus sudah cukup baik untuk bisa mengejar target IKK menjadi ke angka 45 pada 2019. Hanya saja perlu implementasi aturan yang lebih tegas agar tiap pihak memenuhi aturan tersebut, mulai dari aturan tertib ukur sampai perdagangan saham.  “Aturan sudah cukup, tinggal law enforcement-nya saja,” ucapnya.

Hal senada diungkapkan Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus. Menurutnya, dengan semakin tinggi nilai IKK, menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia semakin mengerti hak mereka dalam membeli barang.

Dengan demikian, akan berdampak juga pada peningkatan kualitas dan daya saing produk. Sebab, konsumen yang semakin cerdas tidak akan menerima produk maupun jasa secara sembarangan. 

“Konsumen semakin smart dalam memilih, dalam membeli, dalam mengonsumsi, ini bisa jadi alat kontrol untuk produsen. Jadi produsen tidak bisa sembarangan menjual produk yang asal-asalan. Ini juga bisa meningkatkan pelayanan, perbaikan kualitas produk yang ditawarkan oleh produsen dan pedagang,” katanya.

Ia juga mendorong agar konsumen tidak hanya sekadar memahami hak-haknya, namun juga kian kritis dan mampu memperjuangkan hak ketika berhadapan dengan produsen.

“Konsumen perlu semakin kritis. Kalau membeli produk dibaca petunjuknya, kemudian ketentuan yang berlaku harap dibaca. Kemudian perhatikan review yang diberikan sesama pelanggan jika berbelanja online,” imbuhnya. 

Mengimbangi kekritisan konsumen, ia mendorong agar saluran pengaduan yang telah dibuka oleh pemerintah meningkatkan pelayanannya. Ia menilai, tindak lanjut akan pengaduan yang tersendat akan membuat masyarakat enggan memanfaatkannya.  

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemdag Veri Anggrijono mengatakan pihaknya terus melakukan berbagai langkah untuk mendorong peningkatan kecerdasan konsumen. Ia menyadari bahwa konsumen Indonesia saat ini masih tertinggal dibandingkan negara tetangga yang telah lebih kritis dan berdaya. 

“Kita terus mensosialisasikan UU Perlindungan Konsumen. Kita juga mendorong agar konsumen lebih cerdas melihat ketentuan, seperti produk apakah sesuai dengan SNI, kewajiban melengkapi buku manual dan garansi,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .