KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembatalan perpanjangan perizinan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Tanito Harum memunculkan berbagai tanggapan. Pengamat Hukum Tambang Ahmad Redi mengatakan, lima tahun belakangan ini permasalahan sektor minerba ada di implementasinya. Menurutnya, ketidakpastian hukum saat ini terjadi karena pemerintah yang tidak konsisten. “Pemerintah harus konsisten dengan Undang-Undang (UU) Minerba. Jika ada hal yang tidak sesuai, seharusnya UU yang direvisi, bukannya membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan UU Minerba,” ujar dia, Selasa (10/7).
Baca Juga: Tanito Harum tidak lagi berproduksi, Kementerian ESDM: Produksinya tidak signifikan Redi mengatakan bahwa penerbitan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan Khusus (SK IUPK) PT Tanito Harum tidak sesuai dengan UU Minerba. Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM) dianggap serampangan dalam menerbitkan IUPK PT Tanito Harum. Redi menjelaskan bahwa luasan wilayah dalam IUPK PT Tanito Harum tidak sesuai dengan yang ditetapkan dalam UU Minerba, yakni 15.000 hektare. “Penerbitan IUPK ini dapat mengarah pada potensi perbuatan pidana oleh pejabat yang menerbitkannya,” terangnya. Hal ini merujuk pada pemberitaan Kontan tentang pencabutan surat perpanjangan operasi PT Tanito Harum oleh Kementerian ESDM lantaran mendapat surat dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (20/6). Baca Juga: Sepucuk Surat KPK Menyulut Asa Bagi PTBA