JAKARTA. Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin Makassar, Irman Putera Sidin, menilai, pemberian remisi untuk para narapidana masih sangat diperlukan. Hal ini untuk mencegah beban negara mencapai kulminasi. Menurut Irman, sudah sejak lama proses pemidanaan penjara sudah lama diganti. Bahkan menurutnya, Presiden Soeharto pun mengakui bahwa istilah pemidanaan penjara sungguh kejam dan inkonstitusional. "Makanya pada Tahun 1995, dia teken UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan," kata Irman. Oleh sebab itu, sistem yang harus dibangun adalah sistem pembinaan warga tahanan agar saat dia kembali ke masyarakat dia menjadi manusia yang berderajat tinggi. "Tentu ini adalah hal yang sangat baik dan mulia. Bukan untuk membuat dia menjadi terhina seumur hidup," jelas Irman. Oleh sebab itu, Irman melihat, apabila si tahanan mendapat vonis pengadilan sebanyak 10 tahun, namun ia menunjukkan perbaikan sikap dalam Lapas, sudah semestinya ia berhak mendapat remisi tahanan. "Apabila si tahanan setelah 5 tahun, menunjukkan sikap berubah menjadi orang baik, sudah semestinya pemerintah memberikan remisi. Ini juga untuk menghindarkan beban negara dalam pemidanaan mencapai titik kulminasi, baik dari segi biaya ataupun proses," kata Irman. Irman mengkritik regulasi perundang-undangan yang terlalu banyak memasukkan ketentuan pidana. Saat ini nyaris semua UU menerapkan sanksi pidana penjara. "Ini menunjukkan kemalasan negara untuk menjalankan fungsinya," kata Irman. Irman juga tidak sependapat dengan wacana pembangunan Lapas baru yang dicanangkan pemerintah. Menurutnya, kebijakan ini sama saja dengan pemerintah melakukan investasi untuk menumbuh suburkan kejahatan. "Paradigma yang harus dibangun adalah bukan bagaimana membuat penjara penuh sebagai indikator kesuksesan penegakan hukum. Tetapi bagaimana penjara itu menjadi kosong, barulah negara bisa dikatakan berhasil menjalankan fungsinya," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengamat: Remisi untuk narapidana masih diperlukan
JAKARTA. Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin Makassar, Irman Putera Sidin, menilai, pemberian remisi untuk para narapidana masih sangat diperlukan. Hal ini untuk mencegah beban negara mencapai kulminasi. Menurut Irman, sudah sejak lama proses pemidanaan penjara sudah lama diganti. Bahkan menurutnya, Presiden Soeharto pun mengakui bahwa istilah pemidanaan penjara sungguh kejam dan inkonstitusional. "Makanya pada Tahun 1995, dia teken UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan," kata Irman. Oleh sebab itu, sistem yang harus dibangun adalah sistem pembinaan warga tahanan agar saat dia kembali ke masyarakat dia menjadi manusia yang berderajat tinggi. "Tentu ini adalah hal yang sangat baik dan mulia. Bukan untuk membuat dia menjadi terhina seumur hidup," jelas Irman. Oleh sebab itu, Irman melihat, apabila si tahanan mendapat vonis pengadilan sebanyak 10 tahun, namun ia menunjukkan perbaikan sikap dalam Lapas, sudah semestinya ia berhak mendapat remisi tahanan. "Apabila si tahanan setelah 5 tahun, menunjukkan sikap berubah menjadi orang baik, sudah semestinya pemerintah memberikan remisi. Ini juga untuk menghindarkan beban negara dalam pemidanaan mencapai titik kulminasi, baik dari segi biaya ataupun proses," kata Irman. Irman mengkritik regulasi perundang-undangan yang terlalu banyak memasukkan ketentuan pidana. Saat ini nyaris semua UU menerapkan sanksi pidana penjara. "Ini menunjukkan kemalasan negara untuk menjalankan fungsinya," kata Irman. Irman juga tidak sependapat dengan wacana pembangunan Lapas baru yang dicanangkan pemerintah. Menurutnya, kebijakan ini sama saja dengan pemerintah melakukan investasi untuk menumbuh suburkan kejahatan. "Paradigma yang harus dibangun adalah bukan bagaimana membuat penjara penuh sebagai indikator kesuksesan penegakan hukum. Tetapi bagaimana penjara itu menjadi kosong, barulah negara bisa dikatakan berhasil menjalankan fungsinya," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News