Pengamat: Rhoma tidak penuhi syarat jadi pemimpin



JAKARTA. Raja Dangdut Rhoma Irama sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial mengenai pembubaran Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itupun mendapatkan tanggapan dari pengamat politik, Burhanudin Muhtadi.

Menurut Burhanuddin, usulan pembubaran MK menunjukkan Rhoma Irama tidak memiliki wawasan minimal, terkait desain institusi kenegaraan. "Hanya karena kasus Akil muncul pembubaran MK itu menujukkan kapasitas Rhoma sebagai calon pemimpin itu layak untuk kita ragukan," kata Burhanuddin di kantor media online, Jakarta, Minggu (8/12).

Burhanuddin mengatakan pernyataan Rhoma menunjukkan Raja Dangdut itu tidak mengerti persoalan yang dihadapi MK. Ia mengatakan pernyataan itu menunjukkan Rhoma belum memiliki persyaratan minimal sebagai seorang pemimpin.


Ia juga menyatakan identifikasi persoalan yang dilakukan Rhoma lemah. Solusi yang ditawarkan Rhoma terhadap suatu masalah juga meleset. "MK mengalami delegitimasi iya, pascakasus Akil. Tapi apakah solusinya bubarkan MK. Itu antara yang gatal dengan yang digaruk tidak pas. Itu meninjukkan Rhoma tidak punya syarat minimalis sebagai calon pemimpin," ungkapnya.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah itu menjelaskan persyaratan minimal seorang pemimpin yakni kemampuan untuk memetakan persoalan dan mencari solusi yang tepat.

"Untuk mengatasi masalah sudah salah. MK itu ada di konstitusi, dan kita butuhkan MK sebagai benteng terakhir dalam selesaikan masalah konstitusi. Kalau MK dibubarkan lantas solusinya apa. Masalah MK pascaAkil jangan langsung pada kesimpulan MK harus dibubarkan," ujarnya.

Burhanuddin menilai jajaran elit PKB sudah mengerti dan memahami Rhoma untuk dijadikan penarik suara. Namun untuk sebagai calon presiden dan calon wakil presiden maka tahapannya masih jauh.

"Elit PKB sebenarnya sudah menyadari. Cuma Rhoma Iramanya sayang tidak terlalu pintar memahami skenario politik yang sedang dimainkan PKB. Rhoma sudah digunakan utk menaikkan suara PKB. Meski secara empirik belum terbukti kebergasilan Rhoma dalam memberikan keuntungan elektoral PKB," tuturnya. (Ferdinand Waskita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan