Pengamat Sebut Aturan Pengupahan UMP 2023 Tepat Menjaga Daya Beli



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Pemenaker) nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2023.

Melalui beleid tersebut, pemerintah melakukan penyesuaian formula perhitungan upah minimum karena adanya kenaikan harga barang dan ketidakpastian ekonomi global.

Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan mengatakan, diskresi kebijakan dapat dibenarkan. Ia menyebut, diskresi bisa terjadi dalam tiga hal.


Pertama, kewenangan untuk memilih sesuatu. Kedua, adanya kekosongan hukum. Ketiga, melanggar aturan karena ada kondisi tertentu.

Baca Juga: KSPI Serukan Buruh di Daerah Perjuangkan UMP dan UMK Capai 10%

Hadi menilai diskresi kebijakan upah minimum yang dilakukan pemerintah sudah tepat. Sebab, jika perhitungan formula tetap menggunakan formula dalam PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, maka dikhawatirkan persentase kenaikan upah minimum kecil. Di sisi lain, saat ini angka inflasi sudah di angka 5%.

Hadi memperkirakan, jika tetap menggunakan formula PP 36/2021, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) paling maksimal hanya 2%. Bahkan, bisa jadi ada daerah yang tidak mengalami kenaikan UMP. “(Diskresi kebijakan Permenaker 18/2022) Sudah tepat,” ujar Hadi kepada Kontan.co.id, Minggu (20/11).

Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, kebijakan yang berubah ubah dalam waktu yang relatif singkat membuat suasana ketidakpastian hukum bagi pengusaha.

Sarman berharap Kemenaker harus dapat membuat kebijakan yang pasti dengan kajian dan evaluasi yang akurat dan tepat. 

“Iya tapi bagi pengusaha jadi tidak kondusif karena PP 36 tahun 2021 belum lama berlaku sekarang sudah dirubah lagi,” ucap Sarman kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Kemenaker Undur Batas Waktu Pengumuman UMP Tahun 2023, Ini Pertimbangannya

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyampaikan, penetapan upah minimum melalui formula PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, dirasakan belum dapat mengakomodir dampak dari kondisi sosio ekonomi masyarakat.

Yakni upah minimum tahun 2022 tidak seimbang dengan laju kenaikan harga harga barang yang mengakibatkan menurunnya daya beli pekerja.

Editor: Noverius Laoli