KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat investor asing menanamkan modal ke dalam negeri masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia dan Vietnam. Direktur Ekonomi
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai hal ini disebabkan karena beberapa hal salah satunya tingginya biaya untuk investasi. "Biaya untuk investasi di Indonesia sudah terlampau tinggi karena birokrasi yang semakin korup. Kita tengok saja biaya untuk perizinan, mulai dari urusan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah," jelas Nailul pada Kontan.co.id, Rabu (17/7).
Untuk itu, hal utama yang harus dibenahi adalah masalah korupsi di birokrasi kita yang sudah mengakar. Huda menegaskan kepastian hukum menurutnya menjadi kunci untuk peningkatan investasi dalam negeri.
Baca Juga: Investor Asing Banyak Memborong Saham-Saham Ini di Tengah Penurunan IHSG "Ini yang harus kita benahi agar investasi Indonesia bisa kompetitif dengan negara lain," tambah Huda Masalah lainnya adalah mengenai kesiapan teknologi hingga Sumber Daya Manusia (SDM) lokal yang masih jauh tertinggal, mulai dari indikator indeks inovasi hingga human capital index. Maka tak heran, kata Huda, perusahaan asing lebih banyak menanamkan modal ke Vietnam dan Malaysia yang memiliki daya saing lebih daripada Indonesia. Diketahui, baru-baru ini Indonesia mendapatkan tawaran investasi dari Apple Inc sebesar Rp 1,6 triliun. Jumlah tersebut merupakan kisaran akumulasi empat infrastruktur pendidikan atau Apple Developer Academy di Tanah Air. Meski begitu, Indonesia bukan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang menarik raksasa teknologi asal Ameika Serikat ini untuk menanamkan modalnya. Pada bulan April lalu, Apple menawarkan investasi kepada Vietnam dengan nilai yang jauh lebih besar yakni Rp 255 triliun, serta menciptakan sekitar 200 ribu lapangan kerja di Vietnam. Besarnya angka investasi di negara ini tak lepas dari Vietnam yang telah menjadi pusat manufaktur utama perusahaan.
Lebih lanjut, peningkatan investasi asing juga terjadi di Malaysia. Itu tercermin dari volume transaksi merger dan akuisisi yang melonjak tinggi di Negeri Jiran tersebut pada paruh pertama tahun ini. Berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, volume transaksi merger dan akuisisi (M&A) di Malaysia tahun lalu mencapai US$ 8,3 miliar atau setara Rp 133,6 triliun. Capaian tersebut meningkat 87% secara tahunan.
Baca Juga: Jadi Contoh RI, Begini Penerapan Family Office di Singapura, Hongkong dan Dubai Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati