KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau omnibus law keuangan tengah digodok. Kini, para wakil rakyat menaruh fokus pada penyaluran kredit sektor UMKM. Sehingga, dalam draft UU sapu jagat sektor keuangan ini, DPR membuat satu bab khusus kredit UMKM. Salah satu poin yang diinginkan DPR agar penghapusbukuan kredit bermasalah untuk Bank BUMN dicatat sebagai kerugian bank bukan lagi kerugian negara. Ekonom dan Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah juga setuju dengan usulan ini. Lantaran, penghapusbukuan kredit khususnya UMKM di Bank BUMN seharusnya diatur secara tersendiri.
“Dipisahkan dengan ketentuan keuangan negara yang selama ini menyulitkan penghapusbukuan kredit di bank BUMN. Karena dianggap bisa merugikan negara. Ini akan memudahkan dan mendorong bank bumn menyalurkan kredit UMKM,” katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (13/7).
Baca Juga: Tetap Agresif, Sejumlah Bank Berencana Tambah Cabang Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga menyatakan ini akan menjadi katalis bagi bank menyalurkan kredit ke sektor UMKM. Selama ini, Himpunan bank milik negara (Himbara) sangat rigid dalam hal penghapusbukuan kredit. “Karena bisa dianggap sebagai keputusan yang mengakibatkan kerugian negara. Draft ini jadi satu langkah maju yang bisa dijadikan pertimbangan ke depan jika bank anggota Himbara menghadapi masalah yang sama,” tutur Amin. Bila rancangan UU ini disahkan, maka bank akan lebih berani dalam mengambil keputusan manakala pembentukan cadangan sudah 100%. Begitupun saat nasabah sudah sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk membayar, maka bank bisa lebih fleksibel dalam pengambilan keputusan. “Meski tetap akan menganut asas kehati-hatian atau
prudential. Tentunya hanya hapus buku dan bukan hapus tagih, karena masih akan ada
effort untuk
recovery dari proses penagihan selanjutnya,” tambahnya. Maka, cita-cita Bank Indonesia (BI) memperbesar kontribusi kredit ke sektor UMKM hingga 30% di 2024 pun akan semakin mudah tercapai. Sebab, penyaluran kredit kepada UMKM tumbuh 17,0%
year on year (yoy) menjadi Rp 1,198,6 triliun per Mei 2022.
Baca Juga: Raih Suntikan Rp 6 triliun, IFG bakal dorong penjaminan KUR UMKM Kendati tumbuh pesat, ternyata komposisi kredit ke sektor UMKM terhadap total portofolio kredit perbankan masih stagnan di bawah 20%. Hingga lima bulan pertama 2022, kredit UMKM baru menyumbang 19,97% yoy dari total kredit perbankan sebesar Rp 5.999,0 triliun. Aspek lainnya yang menjadi sorotan DPR dalam RUU agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur dan melakukan pengawasan terintegrasi di sektor keuangan serta melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan. “Ini perlu dipertegas agar kemudian menjadi salah satu indikator kinerja utama OJK. Terutama terkait pengawasan konglomerasi keuangan yang belum banyak dikembangkan oleh OJK,” tambahnya. Selain UMKM dan keuangan digital, DPR juga mengusulkan agar Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ikut memantau perkembangan aset digital yang berkembang di sektor jasa keuangan. Misalnya, seperti kripto dan insurtech.
Piter menyatakan kalau hanya memantau, saat ini KSSK sudah melakukan tugas ini. Ia menilai saat ini yang diperlukan adalah bentuk koordinasi antar lembaga terutama dalam hal pengaturan atau regulasi keuangan digital dapat dilakukan secara baik dan tepat. Terlebih, suka tidak suka keuangan digital akan terus berkembang dan tidak bisa dilawan. Sedangkan Amin menyatakan bila keuangan digital akan memberikan pengaruh kepada moneter dan fiskal, maka tidak akan jadi masalah untuk disahkan, “Karena sampai saat ini, Indonesia masih belum mengakui mata uang kripto,” tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi