Pengamat: Sri Mulyani perlu reformasi sektor cukai IHT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah berhasil melakukan reformasi sektor perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani diminta menerapkan hal serupa pada sektor bea dan cukai. Khususnya, optimalisasi cukai Industri Hasil Tembakau (IHT).

Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan Sri Mulyani sukses mereformasi perpajakan. Selain amnesti pajak, kesuksesan lainnya adalah penyederhanaan administrasi. 

“Yang sudah diimplementasikan NPWP NIK, prosedur restitusi dipercepat, sengketa pajak diperpendek dan dokumen-dokumen pajak disederhanakan. Tax reform sudah berjalan dan menyederhanakan administrasi,“ kata Yustinus, pekan lalu. 


Namun untuk IHT, menurut Yustinus, Sri Mulyani juga perlu melakukan pembenahan. Saat ini, dia meneruskan, masih ada pabrikan besar asing berpenghasilan triliunan yang membayar tarif cukai rendah. Padahal, kemampuan gabungan produksi sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin melebihi 3 miliar batang per tahun. 

“Jadi pada intinya, [penggabungan] batasan produksi ini untuk pengendalian. Jadi harus dilakukan, komposisi [persaingan] mesti imbang antara yang besar dengan yang besar. yang kecil dengan yang kecil,” jelasnya. 

Pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan penggabungan batasan produksi pada 2017 lalu melalui Peraturan Menteri Keuangan 146/2017. Dengan adanya kebijakan ini, pabrikan besar asing yang produksi gabungannya SKM dan SPM melebihi 3 miliar batang per tahun harus membayar cukai tertinggi di kedua segmen itu. Namun, kebijakan ini ditunda pada tahun lalu oleh Sri Mulyani. 

Harapan yang sama juga disampaikan Ekonom Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Dia meminta pemerintah untuk melanjutkan rencana ini. 

Hal ini akan mengoptimalisasi penerimaan negara dan kebijakan cukai. “Ini diharapkan dapat menutup potensi penghindaran cukai dan mengoptimalisasi penerimaan cukai,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .