Pengamat: Stok beras pemerintah saat ini sudah sangat kritis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada bulan Februari ini, stok beras yang dimiliki Bulog sekitar 630.000 ton. Stok tersebut pun sudah termasuk Beras Cadangan Pemerintah (CBP).

Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai, stok beras yang dimiliki pemerintah saat ini sudah sangat kritis. "Jadi iron stock itu minimal harus 1 juta ton. Itu untuk menanggulangi hal-hal yang tidak kita inginkan," ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Rabu (14/2).

Menurut Dwi, ini adalah pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir kondisi stok beras hampir mendekati 500.000 ton. Menurutnya, stok beras pemerintah pernah mencapai 500.000 ton saat krisis yang terjadi pada 1998.


Dwi mengatakan, satu-satunya hal yang harus dilakukan adalah menambah stok beras pemerintah. "Sekarang kita tinggal tunggu mulai masuknya beras. Walaupun itu sangat kurang. Perkiraan saya, defisit di tahun 2018 sebesar 1 juta - 1,5 juta ton," tutur Dwi.

Saat ini pemerintah memang sudah membuka opsi impor untuk menambah stok beras Bulog. Namun menurut Dwi, penambahan tersebut masih sangat kecil. Padahal, Bulog masih harus memenuhi kebutuhan beras beberapa pihak. Misalnya Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang membutuhkan beras cukup besar dari Bulog. Direktur Utama Food Station Tjipinang Jaya mengatakan, saat ini PIBC mendapatkan beras sebanyak 7.000 ton setiap minggunya.

Melihat penambahan stok beras yang kecil tersebut, Dwi berpendapat pemerintah harus menggunakan stok beras sebaik mungkin. Dia bilang, beras tersebut harus digunakan ketika memang betul-betul diperlukan.

Dwi menambahkan, situasi saat ini pernah juga terjadi pada 2015. Namun, saat itu penambahan stok beras dilakukan melalui impor mulai dari November hingga Maret. Karena adanya beras impor tersebut, harga berhasil distabilkan dan berpengaruh hingga akhir 2016 bahkan hingga 2017.

Lebih lanjut , Dwi berpendapat bila penambahan beras saat ini hanya 261.000 ton maka harga beras belum akan bisa ditekan. Bahkan, saat ini harga cenderung meningkat kembali. "Harapan saya kalau masih naik harganya tidak terlalu tinggi, semoga sudah bisa menurun. Karena level harga sampai Rp 12.000 per kg itu sudah sangat tinggi," ujar Dwi.

Dwi bilang, harga gabah di beberapa daerah memang mengalami penurunan. Namun, penurunan tersebut akibat kualitas yang kurang baik. Sementara, gabah yang memiliki kualitas yang sama seperti sebelumnya tetap dihargai dengan harga tinggi.

Dwi pun memperkirakan, panen raya akan terjadi pada Maret hingga pertengahan April. Meski begitu, hasil panen ini baru akan berpengaruh pada harga pada Mei.

"Yang perlu diingat adalah saat itu merupakan panen gabah bukan panen beras. Kalau efeknya pada harga beras, penurunannya baru bisa terasa di Mei, dan pemasukan beras impor tidak akan ada efeknya pada harga karena volumenya sangat kecil," tutur Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat