KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menilai jika PT Indosat Tbk (ISAT) dan Tri Indonesia berpotensi tidak wajib mengembalikan frekuensi jika merger keduanya berhasil dilakukan. Hal ini dikarenakan, Undang-Undang Cipta Kerja akan bergerak sebagai parameter yang membuka kemungkinan adanya pengalihan frekuensi ke operator lain. "Dengan adanya UU Cipta Kerja maka dimungkinkan perusahaan menggunakan frekuensi bersama. Ini artinya bahwa bisa saja frekuensi tidak dikembalikan tapi memang ada evaluasi dan perlu mendapat persetujuan alias restu dari Menkominfo," jelas Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi kepada Kontan, Selasa (12/1).
Sebagai informasi, berdasarkan aturan sebelumnya, yakni Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 Telekomunikasi mengamanatkan, frekuensi adalah milik negara. Dengan demikian, jika satu operator berhenti misalnya karena adanya akuisisi, maka frekuensi tersebut arus dikembalikan ke pemerintah. Itu sebabnya merger akuisisi belum terjadi karena si pembeli mencaplok perusahaan operator tanpa frekuensinya alias kosong. Heru melanjutkan sebelum ada kebijakan UU Cipta Kerja, semua akan tergantung suka atau tidaknya (like or dislike) Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo). Baca Juga: Ada potensi mengembalikan frekuensi pasca merger, berikut tanggapan Tri dan Kominfo