JAKARTA. Rencana Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk membangun jalan tol atas laut Jakarta-Surabaya sepanjang 800 km dinilai aneh. Bahkan kebijakan itu tumpang tindih terhadap kebijakan infrastruktur transportasi di Tanah Air. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, pembangunan jalan tol atas laut itu akan tumpang tindih dengan tol pantai utara Jawa (Pantura) yang sampai saat ini juga masih merugi. "Jadi rencana pembangunan jalan tol atas laut Jakarta-Surabaya ini aneh, tidak menarik. Kondisi tol Pantura itu hanya untung saat musim Lebaran, yang cuma dua minggu itu," kata Djoko kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (10/10/2013). Ia menambahkan, jalan tol yang menguntungkan tersebut hanya di wilayah Jakarta dan sekitarnya serta Surabaya dan sekitarnya. Jika ada operator yang untung pun, Djoko menilai hal tersebut hanyalah keuntungan semu. Keuntungan semu yang dimaksud ini adalah kebijakan pembangunan jalan tol atas laut tersebut tentunya hanya akan dipakai oleh kendaraan pribadi roda empat. Masalahnya, kendaraan pribadi ini masih memakai bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Masalahnya lagi, sesuai data riset Djoko, kendaraan pribadi roda empat merupakan kendaraan yang paling banyak menikmati subsidi BBM dari pemerintah. Inilah yang dinamakan keuntungan semu. "Memang pemerintah atau operator jalan tol dapat untung dari pembayaran masuk jalan tol. Tapi uang itu dipakai lagi untuk memberi subsidi mereka yang menggunakan jalan tol itu. Itu namanya keuntungan semu," katanya. Sekadar catatan, kendaraan roda empat ini menguras 53 persen dari kebutuhan BBM untuk transportasi darat secara total sebesar Rp 93 triliun per tahun. Sementara itu, transportasi darat ini mengonsumsi 97 persen kebutuhan subsidi BBM total. "Sementara kebutuhan BBM itu terus diimpor setiap tahun mencapai 450.000 barrel atau setara Rp 1,7 triliun per hari," tambahnya. Kondisi ini tentu saja akan merugikan anggaran negara. Di satu sisi, pemerintah berusaha menghemat konsumsi BBM bersubsidi. Namun dengan cara ini, konsumsi BBM akan "digeber" terus dan bisa saja kuota BBM akan jebol lagi. Di sisi lain, kebijakan pembangunan jalan tol ini akan berlawanan dengan rencana pembangunan rel ganda Jakarta-Surabaya. Padahal hal ini akan mengalihkan penumpang dari jalan raya ke jalur rel. "Seharusnya lebih tepat dan visioner bangun kereta cepat Jakarta-Surabaya. Ini sudah ada studi kelayakan dari JICA tahun 2008 dan sudah ada investor yang mau mengerjakan," ujaranya. Pembangunan jalur rel kereta cepat ini juga akan memindahkan penumpang pesawat terbang dan dapat mengurangi sejumlah penerbangan di Jakarta-Semarang, Semarang-Surabaya, dan Jakarta-Surabaya. "Pengalaman di Eropa Barat, ketika kereta cepat dioperasionalkan, maka Paris-Belgia bisa melaju 330 km per jam yang dapat ditempuh kurang dari tiga jam. Dalam kurun waktu tiga bulan, perusahaan penerbangan malah gulung tikar di rute tersebut," ucap Djoko. (Didik Purwanto/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengamat: Tol di atas laut Jakarta-Surabaya aneh
JAKARTA. Rencana Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk membangun jalan tol atas laut Jakarta-Surabaya sepanjang 800 km dinilai aneh. Bahkan kebijakan itu tumpang tindih terhadap kebijakan infrastruktur transportasi di Tanah Air. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, pembangunan jalan tol atas laut itu akan tumpang tindih dengan tol pantai utara Jawa (Pantura) yang sampai saat ini juga masih merugi. "Jadi rencana pembangunan jalan tol atas laut Jakarta-Surabaya ini aneh, tidak menarik. Kondisi tol Pantura itu hanya untung saat musim Lebaran, yang cuma dua minggu itu," kata Djoko kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (10/10/2013). Ia menambahkan, jalan tol yang menguntungkan tersebut hanya di wilayah Jakarta dan sekitarnya serta Surabaya dan sekitarnya. Jika ada operator yang untung pun, Djoko menilai hal tersebut hanyalah keuntungan semu. Keuntungan semu yang dimaksud ini adalah kebijakan pembangunan jalan tol atas laut tersebut tentunya hanya akan dipakai oleh kendaraan pribadi roda empat. Masalahnya, kendaraan pribadi ini masih memakai bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Masalahnya lagi, sesuai data riset Djoko, kendaraan pribadi roda empat merupakan kendaraan yang paling banyak menikmati subsidi BBM dari pemerintah. Inilah yang dinamakan keuntungan semu. "Memang pemerintah atau operator jalan tol dapat untung dari pembayaran masuk jalan tol. Tapi uang itu dipakai lagi untuk memberi subsidi mereka yang menggunakan jalan tol itu. Itu namanya keuntungan semu," katanya. Sekadar catatan, kendaraan roda empat ini menguras 53 persen dari kebutuhan BBM untuk transportasi darat secara total sebesar Rp 93 triliun per tahun. Sementara itu, transportasi darat ini mengonsumsi 97 persen kebutuhan subsidi BBM total. "Sementara kebutuhan BBM itu terus diimpor setiap tahun mencapai 450.000 barrel atau setara Rp 1,7 triliun per hari," tambahnya. Kondisi ini tentu saja akan merugikan anggaran negara. Di satu sisi, pemerintah berusaha menghemat konsumsi BBM bersubsidi. Namun dengan cara ini, konsumsi BBM akan "digeber" terus dan bisa saja kuota BBM akan jebol lagi. Di sisi lain, kebijakan pembangunan jalan tol ini akan berlawanan dengan rencana pembangunan rel ganda Jakarta-Surabaya. Padahal hal ini akan mengalihkan penumpang dari jalan raya ke jalur rel. "Seharusnya lebih tepat dan visioner bangun kereta cepat Jakarta-Surabaya. Ini sudah ada studi kelayakan dari JICA tahun 2008 dan sudah ada investor yang mau mengerjakan," ujaranya. Pembangunan jalur rel kereta cepat ini juga akan memindahkan penumpang pesawat terbang dan dapat mengurangi sejumlah penerbangan di Jakarta-Semarang, Semarang-Surabaya, dan Jakarta-Surabaya. "Pengalaman di Eropa Barat, ketika kereta cepat dioperasionalkan, maka Paris-Belgia bisa melaju 330 km per jam yang dapat ditempuh kurang dari tiga jam. Dalam kurun waktu tiga bulan, perusahaan penerbangan malah gulung tikar di rute tersebut," ucap Djoko. (Didik Purwanto/Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News