KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebenarnya bisa menyiasati besaran subsidi tarif tiket untuk MRT dan LRT Jakarta. Pertama, bisa melakukan tarif promo untuk menjadikan jalan pintas jangka pendek. Menurut Djoko, hal ini juga bisa melihat berapa tarif proporsional moda transportasi raya tersebut bagi para penumpang. "Sambil jalan 1-2 bulan, kan evaluasi bisa dilakukan kepada penumpang terkait dengan berapa tarif yang pas bagi mereka dengan keuntungan yang didapatkan dari moda transportasi itu", tandas dia saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (2/3).
Hal tersebut juga menimbang data alokasi transportasi dari warga Jabodetabek yang masih berada di kisaran 18% dari jumlah pendapatan mereka. Sebagai perbandingan, rata-rata alokasi transportasi warga Indonesia saja 12,5% dari pendapatan mereka. Kedua, cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan mendatangkan subsidi dari pihak swasta. Djoko merujuk pada pembiayaan subsidi transportasi serupa di Prancis. "Jadi persentasenya 50% (subsidi) dari swasta, 50% dari pemerintah,” tambah Djoko. Cara ini menurutnya, sangat bisa ditempuh mengingat dari segi regulasi juga membuka kemungkinan tersebut. "Namun yang perlu ditekankan pertama-pertama yang harus melakukan adalah pemerintah terlebih dahulu agar fasilitas tersebut segera berjalan bagi masyarakat", jelasnya. Tapi terlepas dari itu, ia berpendapat wajar bila subsidi MRT dan LRT lebih mahal bila dibandingkan dengan moda transportasi lain seperti misalnya KRL. "Jalur dan infrastruktur MRT dan LRT itu saja kan harus bangun dari 0. Beda dengan KRL yang sudah ada sejak zaman Belanda", katanya. Sekadar tahu saja, DPRD DKI Jakarta mendapat laporan awal jika nilai keekonomian MRT dan LRT Jakarta yakni sekitar Rp 32.000 dan Rp 41.000. Tapi nilai tersebut tidak sebanding dengan besaran tiket yang dibayar oleh konsumen.