KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesepakatan negosiasi pengambilan divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) masih menjadi teka-teki. Pasalnya, pemerintah sampai waktu yang ditentukan yakni pada 10 Januari 2018 lalu, belum juga memutuskan final perolehan divestasi 51% yang akan dipegang oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Meski belum ada kejelasan, pemerintah sudah membagi jatah 10% kepada pemerintah daerah (Pemda) dengan cuma-cuma tanpa mengeluarkan biaya. Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin mengklaim, progress pengambilan divestasi saham Freeport Indonesia masih terus berlanjut dan berjalan dengan baik. Hanya saja, dia belum bisa membuka gamblang apakah pihaknya akan meraih saham tersebut dari
Participating Interest (PI) sebanyak 40% milik Rio Tinto.
Adapun menurut hitungan, jika pemerintah memang jadi mengambil PI 40% milik Rio Tinto, itu belum cukup untuk mencapai 51% saham. Pasalnya, saat ini pemerintah saja baru memegang 9,36% dari saham Freeport Indonesia. “Teka-tekinya nanti. Tapi percayalah kita akan dapat 51%,“ terang Budi Gunadi2 saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (12/1). Budi beralasan, pengambilan PI 40% itu adalah pengambilan saham. Ceritanya, kata Budi, bahwa di tahun 1996 itu ada tandatangan antara Freeport Indonesia dengan Rio Tinto, di mana itu adalah perjanjian mengenai pembagian
revenue sharing. Jadi menurutnya, jika Indonesia ingin menguasai saham 51%, mesti didiskusikan dengan semua pihak. Menteri Keuangan, Sri Mulyani pun masih belum bisa mengurai lebih jauh, ia bilang apakah PI 40% Rio Tinto ini nantinya akan dikonversikan menjadi saham. Karena, hal itu yang masih dinegosiasikan dan didiskusikan. “Ini tidak bisa dijelaskan dulu. Karena perusahaan ini (Rio Tinto) global open public. Itu bukan kami tidak transparan, tapi kami menghormati tata kelola korporasi,“ jelasnya di usai menandatangani pembagian porsi 10% divestasi kepada Pemerintah Daerah Papua, Jumat (12/1). Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara (Untar), Ahmad Redi menyatakan, menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 01/2017 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) disebutkan bahwa perusahaan yang sudah melaksanakan produksi pertambangan selama 10 tahun wajib melaksanakan divestasi 51% secara bertahap. Hal itu terhitungan sejak lima tahun masa produksi. Artinya, kata Ahmad Redi, divestasi saham merupakan kewajiban Freeport Indonesia bukan diambil dari Rio Tinto.“Justru yang prioritas adalah Freeport Indonesia. Pemerintah sebaiknya kasih tenggat waktu ke mereka, jika tidak ada titik temu, setelah 2021 pemerintah tidak memperpanjang izin operasinya,“ tandasnya kepada KONTAN, Jumat (12/1). Pemda Papua akan bentuk BUMD baru Meskipun negosiasi pengambilan divestasi saham 51% belum tuntas, pemerintah pusat telah memberikan jaminan kepada Pemda Papua untuk mendapatkan jatah 10% melalui tanda tangan kesepakatan pemberian saham di Kementerian Keuangan. Sri Mulyani bilang, pemberian saham 10% kepada Pemda Papua ini tidak akan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). “Ini proses korporasi dengan melalui Inalum,“ pungkasnya.
Budi Gunadi Sadikin menambahkan, dengan adanya tanda tangan pemberian saham 10% Pemda bekerja sama dengan Inalum. “Ini tugas kami untuk mencari cara pendanaan, itu kita lakukan, ini masih proses kita jaga juga karena masih tahap penyelesaian,“ pungkasnya. Gubernur Papua, Lukas Enembe bilang nantinya pihaknya akan membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang akan mengelola saham 10% itu. Salah satu yang sudah dibentuk adalah PT. Papua Divestasi Mandiri. Ia bilang, masalah pendanaanya akan diurus oleh Inalum. “Kita kan hanya menerima 10%. Pembagiannya jelas, Kabupaten Mimika 7% dan Provinsi 3%. Kita juga ada hak-hak lain, ada di Perda kita, kita harus siapkan agar kita bisa dapat hak-hak, pajak, royalti,“ tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia