Pengangguran di pedesaan meningkat, pekerjaan petani kian tak diminati



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di pedesaan pada Agustus tahun ini mengalami kenaikan sebesar 0,03 % poin menjadi 4,04% dari Agustus tahun sebelumnya yang sebesar 3,72%.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Pieter Abdullah Redjalam mengatakan adanya peningkatan TPT di pedesaan ini menegaskan pekerjaan sebagai petani yang semakin tidak diminati.

"Penduduk desa khususnya para pemuda semakin tidak tertarik untuk bekerja mengolah sumber daya utama di desa yaitu pertanian. Tidak sepenuhnya salah mereka. Sektor pertanian tidak menjanjikan kehidupan yang lebih baik terutama diera digital saat ini," jelas Pieter kepada Kontan.co.id, Selasa (6/11).


Berdasarkan data BPS, dari sisi lapangan pekerjaan, sektor pertanian di Agustus 2018 turun sebesar 0,89 % poin secara year on year.

Di Agustus 2018, dari 124,01 juta orang pekerja, 28,79% bekerja di sektor pertanian. Sementara, di Agustus 2017, dari 121,02 juta penduduk bekerja, terdapat 29,69% yang bekerja di sektor pertanian.

Menurut Pieter, nilai tukar petani yang stagnan dikisaran 100 menunjukkan tidak ada insentif ekonomi untuk bekerja sebagai petani. Tak hanya dari sisi nilai tukar, Pieter menganggap tidak ada insentif prestise. "Maka wajar saja bila kaum muda meninggalkan sektor pertanian," tambah Pieter.

Lebih lanjut Pieter menjelaskan, lahan pertanian yang semakin berkurang karena perkembangan kota semakin memperburuk keadaan. Menurut Pieter, lahan-lahan pertanian terutama di pinggiran kota besar beralih menjadi lahan perumahan.

"Di tengah pergeseran tersebut, pembangunan di desa sangat lah lambat untuk bisa menyediakan lapangan kerja di luar sektor pertanian. Industri terkonsentrasi di kota atau pinggiran kota. Angkatan kerja di desa terjebak dalam kondisi tidak lagi jadi petani dan tidak ada peluang bekerja di luar pertanian. Jadilah mereka pengangguran," jelas Pieter.

Sementara, adanya penyaluran dana desa belum cukup efektif menampung seluruh angkatan kerja di desa. Terlebih, dari dana yang dianggarkan Rp 60 triliun, dana yang di dapatkan masing-masing desa kecil, atau tak mencapai Rp 1 miliar. Tak hanya itu, program ini pun baru berjalan 2 tahun.

Menurut Pieter, Kepala desa harus benar-benar pandai menggunakan dana desa yang betul-betul padat karya sehingga bisa menyerap tenaga kerja atau melibatkan hingga menciptakan pengusaha mudah di desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto