KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menyambut baik rencana pemerintah mengatur Tol Jakarta-Cikampek (Japek). Sekadar informasi, mulai 12 Maret mendatang, lantaran ingin menyelesaikan pembangunan Tol Layang Japek II, akan dilakukan beberapa pengaturan di jalan tol ini. Beberapa aturan tersebut adalah pembatasan kendaraan bersumbu tiga keatas, dan pemberlakuan sistem ganjil-genap. Kedua aturan ini akan dilaksanakan sejak jam 06:00-09:00. Pada waktu tersebut, akan disediakan pula satu lajur yang dikhususkan untuk bus.
"Ini keputusan yang harus diambil bersama melihat kemacetan luar biasa di jalur Cikampek. Kapasitas tol sendiri sudah 4 kali dari kemapuan jalan tol ditambah dengan pembangunan infrastruktur seperti LRT dan tol layang," jelasnya kepada KONTAN Senin (26/2). Meski demikian ia tak menampik, ada beberapa dampak terkait atas implementasi kebijakan tersebut. Khususnya di jalur distribusi domestik. Oleh karenanya, ia punya saran agar kebijakan pengaturan lalu lintas tersebut tak menganggu jalur distribusi terlalu lama. Pertama, ia menyarankan agar membangun hub antara kawasan industri di sekitaran Cikampek. Kata Yukki, dari sekitar 12 kawasan industri baru ada 3 yang tersambung, itu pun hanya bisa dilalui kendaraan kecil. "Yang juga diusulkan ada 12 kawasan yang pintunya dibuka dibelakang jadi diantara kawasan itu bisa dibuka. Baru 3 sampai 4 kawasan yang baru bisa unit kecil. Sehingga pemerintah dapat membantu agar tersambung dari infrastruktur," jelas Yukki. Soal ini, Yukki mengaku telah memberikan usul kepada pemerintah, namun hingga saat imi hal tersebut belum terealisasi. Kedua, ia turut mengimbau agar pemerintah berpikir masak-masak untuk memberlakukan larangan bagi kendaraan yang bermuatan dan berdimensi lebih. Sebab, dampaknya bisa besar. Meski belum menghitung secara rinci, ia memprediksi bahwa akan ada potensi kenaikan biaya darinaturan tersebut. Sebab semakin banyak kendaraan yang digunakan, dan semakin banyak biaya produksi yang dibutuhkan. "Kalau dari industri kan bisa memasukkan ke Biaya Pokok Produksi (BPP). Tapi bagaimana pemerintah? Karena truk yangvsering kelebihan muatan dan dimensi juga banyak yang membawa hasil bumi," jelasnya. Selain mengangkut hasil bumi, kelebihan muatan dan dimensi dijelaskan Yukki juga terjadi saat kendaraan mengangkit barang-barang dari perusahaan BUMN, seperti semen, kebutuhan konstruksi. Terlebih saat ini pemerintah tengah gencar membangun infrastruktur. Hal serupa juga turut dirasakan pleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan. Ia juga turut mengeluhkan banyaknya perusahaan plat merah yang justru tak mau rugi lantaran ingin mengangakut banyak barang dalam satu perjalanan. "Kalau disesuaikan kapasitas kitabrugi karena mereka (konsumen) tak mau bayar," katanya saat dihubungi KONTAN, Senin (26/2).
Ia sendiri turut mengusulkan agar para perusahaan BUMN ini turut dipanggil oleh Kementerian Perhubungan (Kemhub) terkait kelebihan muatan dan dimensi ini. Sebab, Gemilang berdalih bahwa kelebihan muatan dan fimensi bukanlah keinginan perusahaan logistik. Selain itu, kelebihannya pun bisa mencapai 1,5 hingga 2 kali lipat dibandingkan kapasitas yang ditentukan. "Kita sudah sampaikan ke 0emerintah agar dipanggil ke pemilik barang, terutama BUMN, karena sebagian besar itu BUMN semen, pupuk, besi, bangunan konstruksi itu semua BUMN. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia