Pengaturan batasan waktu tak jelas, Aprisindo soroti beleid impor alas kaki



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyoroti ketentuan Persetujuan Impor (PI) yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 68 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, dan Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga. 

Dalam hal ini, persoalan dinilai datang dari tidak adanya pengaturan batasan waktu pemrosesan permohonan PI dalam beleid tersebut. Gara-gara batasan waktu yang tidak jelas tersebut, nasib sebagian dari permohonan PI alas kaki yang sudah diajukan namun belum disetujui menjadi belum jelas.

Catatan saja,  para importir alas kaki sudah mengajukan persetujuan impor untuk kuantitas tertentu, namun dari kuantitas itu baru sebagian yang disetujui dan terbit persetujuan impornya.

“Kalau kita bicara  permendagnya, permendagnya oke kalau memang ada batasan waktu pemrosesan PI yang jelas. Persetujuan harus jelas kapan akan diterbitkan. Kalaupun ditolak harus jelas kapan, apa alasannya,”  ujar Firman kepada Kontan.co.id, Senin (9/11).

Baca Juga: Ekspor produk alas kaki masih naik hingga September 2020

Menurut Firman, importasi alas kaki yang terganggu akibat pemrosesan PI yang tidak jelas pada gilirannya akan menghasilkan efek samping yang merugikan, sebab negara-negara mitra dagang Indonesia bisa saja mempersepsi hal tersebut sebagai bentuk pembatasan atau proteksionisme oleh Indonesia.

Kalau hal ini terjadi, negara-negara mitra dagang bisa saja melakukan aksi retaliasi dengan cara membatasi barang yang masuk dari Indonesia. Pada konteks sektor alas kaki, hal ini menurut Firman cukup merugikan, sebab di sektor alas kaki, Indonesia tergolong sebagai net exportir.

Asal tahu saja, menurut catatan Firman,  volume ekspor alas kaki per tahun berkisar 406 juta pasang, sementara volume impornya hanya mencapai 113,8 juta pasang per tahun.

Lebih jauh, Firman juga menyebut bahwa minat investasi pelaku industri di sektor sepatu juga bisa menurun apabila penjualan ekspor alas kaki Indonesia terganggu.

“Investasi alas kaki itu kan karena ada order, kalau ordernya terbatas karena masing-masing negara mitra dagang melakukan  proteksi, tentunya investor juga akan berpikir ulang untuk masuk ke Indonesia,” terang Firman.

Selain menyoroti batasan pemrosesan pengajuan PI yang tidak jelas, Aprisindo juga mempertanyakan dasar penerbitan Permendag 68 Tahun 2020.  Seperti diketahui, beleid tersebut didasari oleh semangat untuk menekan barang impor konsumsi dengan justifikasi adanya kenaikan impor di sepanjang Mei-Juni 2020.

“Pada Mei—Juni 2020 terjadi kenaikan impor barang konsumsi sebesar 50,64 persen dengan produk berupa tank, makanan dan minuman, alas kaki, elektronik, dan sebagainya. Bahkan, terdapat beberapa barang yang nilai pertumbuhannya di atas 70%. Untuk itu, Kemendag perlu melakukan pengaturan impor terhadap barang-barang tersebut,” jelas Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam keterangan tertulis pada 30 Agustus 220 lalu.

Menurut Firman, data tersebut tidak bisa dijadikan sebagai cerminan untuk menggambarkan kecenderungan impor, sebab kenaikan yang terjadi pada bulan Mei-Juni 2020 bisa saja kenaikan tersebut disebabkan oleh barang impor yang tertahan dan menumpuk pada saat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total pertama di bulan sebelumnya.

Selanjutnya: Aprisindo berharap angin segar dari stimulus gaji dan momentum nataru di semester II

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi