JAKARTA. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengusulkan pembentukan Konsil Akuntan Publik Indonesia (KAPI) sehingga kewenangan pengaturan dan pengawasan profesi akuntan publik tidak seluruhnya di tangan Menteri Keuangan. Pemberian kewenangan pengaturan hanya kepada Menteri Keuangan akan menyebabkan terjadinya pemusatan kewenangan (government centrist) dan tidak ada mekanisme check and balance. Hal itu dikatakan oleh Ketua Umum IAPI Tia Adityasih. Ia menambahkan, pemberian kewenangan itu akan memungkinkan terjadinya potensi benturan kepentingan pada saat akuntan publik melakukan audit terhadap laporan keuangan Badan Usaha Milik negara (BUMN) atau audit terhadap keuangan negara atas nama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Tujuan pembentukan KAPI ini adalah untuk meningkatkan derajat perlindungan terhadap kepentingan publik pengguna jasa akuntan publik,” katanya dalam siaran pers, hari ini. Padahal, kata Tia, pengaturan dan pengawasan akuntan publik oleh suatu lembaga independen dengan melibatkan seluruh stakeholder juga banyak diterapkan di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Singapura, Filipina, Afrika Selatan, dan Negara-negara G-20 lainnya. Untuk itu, lembaga independen yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi akuntan publik sangat diperlukan. Pendirian dan pengaturan KAPI tersebut harus dituangkan dalam UU Akuntan Publik yang saat ini masih dibahas DPR agar mempunyai landasan hukum yang kuat. Dalam usulan IAPI, KAPI diangkat dan diberhentikan Presiden, beranggotakan 11 orang yaitu dari unsur Kementerian Keuangan (termasuk Bapepam), Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Pendidikan Nasional, akademisi, masyarakat pengguna jasa, dan wakil akuntan publik. Untuk kegiatan operasionalnya, KAPI dibiayai oleh profesi akuntan publik, sumbangan masyarakat dan bantuan pemerintah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengawas akuntan publik tak hanya menkeu
JAKARTA. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengusulkan pembentukan Konsil Akuntan Publik Indonesia (KAPI) sehingga kewenangan pengaturan dan pengawasan profesi akuntan publik tidak seluruhnya di tangan Menteri Keuangan. Pemberian kewenangan pengaturan hanya kepada Menteri Keuangan akan menyebabkan terjadinya pemusatan kewenangan (government centrist) dan tidak ada mekanisme check and balance. Hal itu dikatakan oleh Ketua Umum IAPI Tia Adityasih. Ia menambahkan, pemberian kewenangan itu akan memungkinkan terjadinya potensi benturan kepentingan pada saat akuntan publik melakukan audit terhadap laporan keuangan Badan Usaha Milik negara (BUMN) atau audit terhadap keuangan negara atas nama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Tujuan pembentukan KAPI ini adalah untuk meningkatkan derajat perlindungan terhadap kepentingan publik pengguna jasa akuntan publik,” katanya dalam siaran pers, hari ini. Padahal, kata Tia, pengaturan dan pengawasan akuntan publik oleh suatu lembaga independen dengan melibatkan seluruh stakeholder juga banyak diterapkan di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Singapura, Filipina, Afrika Selatan, dan Negara-negara G-20 lainnya. Untuk itu, lembaga independen yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi akuntan publik sangat diperlukan. Pendirian dan pengaturan KAPI tersebut harus dituangkan dalam UU Akuntan Publik yang saat ini masih dibahas DPR agar mempunyai landasan hukum yang kuat. Dalam usulan IAPI, KAPI diangkat dan diberhentikan Presiden, beranggotakan 11 orang yaitu dari unsur Kementerian Keuangan (termasuk Bapepam), Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Pendidikan Nasional, akademisi, masyarakat pengguna jasa, dan wakil akuntan publik. Untuk kegiatan operasionalnya, KAPI dibiayai oleh profesi akuntan publik, sumbangan masyarakat dan bantuan pemerintah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News