Pengawasan bursa saham masih lemah



JAKARTA. Lagi-lagi otoritas pasar modal lambat bertindak. Gugatan pailit yang kedua kali terhadap PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK), boleh dibilang menjadi pertanda lemahnya fungsi pengawasan otoritas bursa saham terhadap kondisi dan kesehatan emiten.

Kemarin, manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI), kembali menghentikan sementara perdagangan saham KARK karena digugat pailit oleh SUEK AG, trader batubara asal Swiss di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (KONTAN 18 Juli 2012). "Kami akan panggil manajemen dan menanyakan rencana bisnis ke depan mereka," kata Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Rabu (18/7).

Dalam keterbukaan informasi ke BEI, tadi malam, Direktur Dayaindo, Firmus Marcellinus Kudadiri, mengakui tengah berperkara dengan SUEK. Dayaindo juga tengah menempuh upaya hukum untuk membatalkan putusan mahkamah arbitrase di London (LCIA), serta upaya hukum lainnya di Indonesia.


Sebagai catatan, ini adalah suspensi kali kedua atas saham KARK akibat menghadapi gugatan pailit. Dua tahun lalu, otoritas BEI juga menghentikan sementara perdagangan saham KARK karena digugat pailit PT Alam Baru Mandiri. Otoritas pasar saham mencabut suspensi ini setelah ada perdamaian antara Dayaindo dan Alam Baru.

Berkaca pada persoalan ini, pengamat pasar modal Yanuar Rizky berpendapat, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan BEI harus lebih jeli mengawasi emiten. Dia mensinyalir masih banyak emiten bermasalah lainnya yang luput dari perhatian otoritas dan regulator bursa saham. Itu terjadi akibat lemahnya pengawasan di bursa.

Oleh sebab itu, dia menyarankan agar Bapepam-LK dan BEI perlu memeriksa rekening efek pihak yang memegang saham emiten bersangkutan. "Jika kualitas emiten sudah tidak ada, investornya dia-dia juga. Jadi, keluarkan saja secara paksa emiten itu," tandas Yanuar.

Seorang trader, Kiswoyo Adi Joe, menilai jika ada perkara yang melibatkan emiten, pihak yang paling dirugikan adalah investor ritel. Jika harus delisting, pemegang saham yang dulu menjual saham IPO, harus melakukan buyback di harga wajar.

Otoritas pasar modal sejatinya bisa mengendus sebelum emiten itu bermasalah. Misalnya, otoritas pasar modal harus lebih jeli melihat laporan keuangan, aksi korporasi dan berita-berita terkait sepak terjang si emiten. Sayang, sejauh ini fungsi pengawasan masih lemah. Regulator dan pengelola bursa lebih berkutat di seputar administratif. "Seperti kantor pos, lebih mementingkan tepat waktu penyerahan laporan keuangan," kata Yanuar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro