Pengelola: Kegiatan Operasional Century Mulai Normal



JAKARTA. Manajemen baru PT Bank Century Tbk. yang dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan, kegiatan operasional Bank Century mulai normal. Pengelola bank memberi contoh situasi normal itu seperti kemudahan mereka mengail likuiditas dari pasar.

Direktur Utama Bank Century Maryono menuturkan, beberapa bank sudah berani memberi pinjaman. Nilai pinjaman, diakui Maryono, memang tak besar. "Namun cukup membantu kami memenuhi ketentuan likuiditas harian maupun mingguan," ujar Maryono, kemarin (9/12). Sayangnya, dia tak mau membeberkan bank mana yang memberi pinjaman antarbank ke Bank Century.

Tak hanya dari pasar uang, manajemen Bank Century juga mengaku mendapat tambahan likuiditas dari dana pihak ketiga (DPK). Maryono menuturkan, kebanyakan dana berasal dari nasabah lama bank yang sempat menarik dana. Namun Maryono kembali mengakui, nilai tambahan DPK itu juga tidak besar-besar amat.


Maryono menambahkan, manajemen baru telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang menyebabkan Bank Century kemarin tersandung. Beberapa di antaranya adalah penerapan manajemen risiko yang lemah serta keputusan bisnis yang tersentralisir.

Masalah lain adalah pendanaan di Bank Century yang didominasi oleh dana mahal. Saat ini, sebanyak 80% dana masyarakat di Bank Century berbentuk deposito. "Kami berusaha mengubah struktur pendanaan, hingga lebih banyak dana murah," kata Maryono.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR mengakui, bank sentral sempat dua kali memberikan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) ke Bank Century. Fasilitas disuntikkan ke bank pada tanggal 14 dan 17 November 2008. Saat itu, LPS belum mengambilalih kendali Bank Century.

Fasilitas itu tak menolong likuiditas Bank Century. Malah rasio kecukupan modal (CAR) bank terus merosot, bahkan menjadi negatif. "BI kemudian menetapkan Bank Century sebagai bank gagal hingga diambilalih LPS," kata Boediono.

Boediono menambahkan, Bank Century mulai goyah sejak Juni 2008. Bank menderita selisih bunga negatif karena harus memberi bunga mahal untuk nasabah simpanan. Sementara sebagian besar aset bank berupa surat berharga yang berkualitas rendah dan US Treasury Strips yang memberikan imbal hasil rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Didi Rhoseno Ardi