Pengelola mal keberatan tarif listrik naik



JAKARTA. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) secara bertahap sejak awal tahun ini mulai memberatkan pengusaha pusat belanja. Lewat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), para pengusaha ini  meminta supaya kenaikan TDL per 1 Oktober 2013 nanti segera dibatalkan.

Handaka Santosa, Ketua Umum APPBI menyatakan pihaknya sudah mengirim surat keberatan ke pemerintah terkait hal ini. "Kami sudah mengirim surat kepada Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),"  kata Handaka kepada KONTAN, Minggu (8/9).

Surat yang dikirim tertanggal 4 September 2013 (Rabu) tersebut juga ditembuskan kepada Direktur Utama PT PLN (Persero), Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).


Seperti diketahui, kenaikan TDL telah diberlakukan tiga kali berturut-turut pada 1 Januari 2013, 1 Maret 2013, dan 1 Juli 2013 sehingga kenaikan sudah mencapai 21,88% jika dibandingkan dengan 2012. Apabila TDL kembali dinaikkan pada 1 Oktober 2013 nanti, maka kenaikan akan menjadi 27,5%. Dalam salinan surat yang diperoleh KONTAN, Handaka bilang, kenaikan sebesar 27,5% sangat memberatkan pengelola pusat belanja. "Pusat belanja juga terdiri dari trade center yang pengusahanya berasal dari sektor usaha kecil menengah (UKM) dan hanya menggunakan kapasitas 900 volt ampere (Va), namun terpaksa harus mengikuti tarif golongan B3 yaitu lebih dari 200 kilo volt ampere (kVa)," ujarnya.

Selama ini, pengelola pusat belanja membebankan kenaikan TDL kepada peritel dengan cara mengerek service charge. Sejak awal tahun hingga kini service charge sudah naik 10% secara rata-rata. Mal di Jabodetabek memasang service charge berkisar antara Rp 70.000 sampai dengan Rp 140.000 per meter persegi (m2) per bulan.

Namun, Handaka pesimistis service charge bisa kembali dinaikkan lantaran peritel juga sudah menjerit. "Kenaikan service charge akan menyebabkan kenaikan harga barang, yang pada akhirnya akan semakin memberatkan konsumen," ujarnya.

Salah satu pengembang pusat pelanja yang sudah menaikkan tarif layanan alias service charge  adalah PT Metropolitan Land Tbk (Metland), yaitu sebesar 20% pada April lalu. Namun, kenaikan hanya berlaku untuk mal yang sudah lama beroperasi yaitu Mal Metropolitan Bekasi.

Adapun untuk tarif layanan di mal yang baru beroperasi  pertengahan tahun ini, yakni Grand Metropolitan Bekasi tidak akan dinaikkan.  Pusat belanja ini menyasar segmen menengah atas. Berbeda dengan Mal Metropolitan Bekasi yang menyasar segmen menengah. "Peritel di Grand Metropolitan sudah mengeluarkan banyak investasi untuk membuka gerai di sana," kata Olivia Surodjo, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Metropolitan Develpment kepada KONTAN.

Menurutnya, kedua pusat belanja itu mematok tarif layanan sebesar US$ 11 hingga US$ 13 per m2 per bulan.

Menurut Olivia, listrik merupakan biaya operasional mal yang terbesar selain upah tenaga kerja. Namun imbasnya memang lebih banyak dirasakan oleh peritel atau penyewa pusat belanja.

Meski begitu, Metland masih mengkaji apakah akan kembali menaikkan tarif layanan mal atau tidak Oktober mendatang. "Sepertinya kalau naik dua kali dalam setahun akan memberatkan peritel," ujarnya.

Ini bukan pertama kalinya APPBI mengirim surat keberatan pada Kementerian ESDM dan PLN. APPBI telah mengirim surat senada pada 11 Desember 2012 dan 3 Januari 2013, namun tidak ada tindak lanjut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon