KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pengelolaan BUMN di masa kepemimpinan Joko Widodo dinilai cukup baik, kendati belakangan ini muncul kabar mengenai peningkatan utang BUMN yang nilainya fantastis. Penilaian pengelolaan yang baik ini didasarkan oleh beberapa faktor yakni hubungan industrial yang baik, permodalan yang tak bergantung pada pemerintah serta capaian dari kinerja perusahaan. FX Arief Poyuono, Ketua Umum Federasi Serikat Buruh BUMN Bersatu yang juga politisi Partai Gerinda menyampaikan apresiasinya terhadap kinerja BUMN dibawah Rini Soemarno. Pasalnya, pengelolaan BUMN dalam 4 tahun terakhir menunjukkan indikator perbaikan baik dari sisi hubungan kerja maupun kemampuan untuk mencari dana. “Menteri Rini melepaskan kepentingan-kepentingan politik dari pengelolaan BUMN, sekarang BUMN tidak bergantung pada permodalan negara. BUMN didorong keluar untuk mencari modal di luar negeri untuk mendukung program-program yang dijanjikan Presiden Jokowi, salah satunya infrastruktur,” ujarnya di Jakarta, Selasa (4/12). Menurutnya dalam 4 tahun terakhir strategi Rini Soemarno untuk merangkut Serikat Pekerja di BUMN cukup baik, sehingg atidak lagi terjadi pemberangusan atau pemecatan terhadap pimpinan-pimpinan Serikat Pekerja di BUMN. Alhasil kinerja baik karena dari sisi capital dan human capital mampu dikelola dengan baik. “Walaupun saya oposisi dan lawan dari Pak Jokowi, saya harus berkata jujur bahwa BUMN dalam pengelolaan Rini (Soemarno) baik dan bisa tegas,” lanjutnya. Oskar Vitriano, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia menyampaikan bahwa dari beberapa indikator pengelolaan BUMN pada masa kepemimpinan Joko Widodo bisa dikatakan berhasil. Menurutnya, kekurangan dalam pengelolaan BUMN hanya pada di internal proses terkait dengan good corporate governance. Selain itu, perusahaan BUMN juga cenderung lamban dalam aplikasi teknologi digital sehingga cenderung menjalankan bisnis old fashion. Padahal pemanfaatan teknologi digital bisa memicu peningkatan daya saing perusahaan BUMN di global. Namun dirinya mengatakan secara keseluruhan pengelolaan BUMN masih cukup baik. “Kesimpulannya kinerja Kementerian BUMN sebagai superholding BUMN, dari mulai Presiden Joko Widodo diangkat sampai dengan sekarang memiliki kinerja yang baik,” tambahnya. Enny Srihartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyampaikan kritikannya terhadap pengelolaan BUMN, utamanya mengenai financing pada perusahaan-perusahaan BUMN. Menurutnya, dibandingkan dengan 2014, utang perusahaan-perusahaan BUMN mengalami peningkatan mencapai 132,9% sedangkan total aset hanya meningkat sekitar 18,3%. “Dengan aset yang sekarang sudah Rp 1.718 Triliun, keuntungan total BUMN hanya Rp 178 Triliun sampai September, memang ada kenaikan dibandingkan tahun 2017,” ujarnya. Catatan KONTAN, hingga kuartal III tahun ini utang BUMN mencapai Rp 5.271 triliun dengan rincian Dana Pihak Ketiga mencapai Rp 2.448 triliun, utang korporasi mencapai Rp 2.488 triliun dan utang yang merupakan cadangan premi dan akumulasi iuran pensiun sebesar Rp 355 triliun. “Secara bisnis memang utang tidak selalu menjadi barang haram tetapiyang paling utama itu bisa bayar atau tidak? Indikator-indikator refinancing itu yang bisa menjadi tolok ukur apakah utang itu aman atau tidak,” tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengelolaan BUMN sudah cukup baik
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pengelolaan BUMN di masa kepemimpinan Joko Widodo dinilai cukup baik, kendati belakangan ini muncul kabar mengenai peningkatan utang BUMN yang nilainya fantastis. Penilaian pengelolaan yang baik ini didasarkan oleh beberapa faktor yakni hubungan industrial yang baik, permodalan yang tak bergantung pada pemerintah serta capaian dari kinerja perusahaan. FX Arief Poyuono, Ketua Umum Federasi Serikat Buruh BUMN Bersatu yang juga politisi Partai Gerinda menyampaikan apresiasinya terhadap kinerja BUMN dibawah Rini Soemarno. Pasalnya, pengelolaan BUMN dalam 4 tahun terakhir menunjukkan indikator perbaikan baik dari sisi hubungan kerja maupun kemampuan untuk mencari dana. “Menteri Rini melepaskan kepentingan-kepentingan politik dari pengelolaan BUMN, sekarang BUMN tidak bergantung pada permodalan negara. BUMN didorong keluar untuk mencari modal di luar negeri untuk mendukung program-program yang dijanjikan Presiden Jokowi, salah satunya infrastruktur,” ujarnya di Jakarta, Selasa (4/12). Menurutnya dalam 4 tahun terakhir strategi Rini Soemarno untuk merangkut Serikat Pekerja di BUMN cukup baik, sehingg atidak lagi terjadi pemberangusan atau pemecatan terhadap pimpinan-pimpinan Serikat Pekerja di BUMN. Alhasil kinerja baik karena dari sisi capital dan human capital mampu dikelola dengan baik. “Walaupun saya oposisi dan lawan dari Pak Jokowi, saya harus berkata jujur bahwa BUMN dalam pengelolaan Rini (Soemarno) baik dan bisa tegas,” lanjutnya. Oskar Vitriano, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia menyampaikan bahwa dari beberapa indikator pengelolaan BUMN pada masa kepemimpinan Joko Widodo bisa dikatakan berhasil. Menurutnya, kekurangan dalam pengelolaan BUMN hanya pada di internal proses terkait dengan good corporate governance. Selain itu, perusahaan BUMN juga cenderung lamban dalam aplikasi teknologi digital sehingga cenderung menjalankan bisnis old fashion. Padahal pemanfaatan teknologi digital bisa memicu peningkatan daya saing perusahaan BUMN di global. Namun dirinya mengatakan secara keseluruhan pengelolaan BUMN masih cukup baik. “Kesimpulannya kinerja Kementerian BUMN sebagai superholding BUMN, dari mulai Presiden Joko Widodo diangkat sampai dengan sekarang memiliki kinerja yang baik,” tambahnya. Enny Srihartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyampaikan kritikannya terhadap pengelolaan BUMN, utamanya mengenai financing pada perusahaan-perusahaan BUMN. Menurutnya, dibandingkan dengan 2014, utang perusahaan-perusahaan BUMN mengalami peningkatan mencapai 132,9% sedangkan total aset hanya meningkat sekitar 18,3%. “Dengan aset yang sekarang sudah Rp 1.718 Triliun, keuntungan total BUMN hanya Rp 178 Triliun sampai September, memang ada kenaikan dibandingkan tahun 2017,” ujarnya. Catatan KONTAN, hingga kuartal III tahun ini utang BUMN mencapai Rp 5.271 triliun dengan rincian Dana Pihak Ketiga mencapai Rp 2.448 triliun, utang korporasi mencapai Rp 2.488 triliun dan utang yang merupakan cadangan premi dan akumulasi iuran pensiun sebesar Rp 355 triliun. “Secara bisnis memang utang tidak selalu menjadi barang haram tetapiyang paling utama itu bisa bayar atau tidak? Indikator-indikator refinancing itu yang bisa menjadi tolok ukur apakah utang itu aman atau tidak,” tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News