Pengelolaan Dana LingkunganHidup Dukung Transformasi Hijau Berkelanjutan di Indonesia



KONTAN.CO.ID - Berdasarkan keseluruhan mekanisme pengelolaan dana lingkungan hidup yang terintegrasi, maka diharapkan BPDLH atau Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup dapat memberikan kualitas layanan yang optimal dan komprehensif.

Selain itu, BPDLH juga memiliki kapasitas pendanaan campuran dari aspek integrasi seluruh sumber dana yang beraneka ragam jenisnya sehingga memudakan dalam pengukuran dampak, baik dampak terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca, dampak ekonomi dan sosial, dalam kerangka mendukung transformasi hijau berkelanjutan di Indonesia khususnya mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Harapan tersebut disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, dalam keterangan pers, Minggu (13/10/2024) terkait peran dan dampak luar biasa dari pengelolaan dana lingkungan hidup selama ini.


Seperti diketahui, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang merupakan lembaga Badan Layanan Umum (BLU)  dibentuk 2019 di bawah Kementerian Keuangan dengan Komite Pengarah sebanyak 10 Kementerian/Lembaga (K/L) utama yang menjadi pemangku sektor di dalam target pencapaian National Determined Contribution (NDC).

Jadi BPDLH sebagai support system yang utama, tentu dibutuhkan sebuah kerangka kelembagaan yang akan menjadi vehicle utama pemerintah dalam menjalankan mekanisme Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup( IELH) secara transparan, terbuka, sistematis, teratur, terukur dan terstruktur.

Dikemukakan Menteri LHK, dukungan pendanaan untuk bidang kehutanan juga diberikan kepada masyarakat sekitar hutan yang telah memiliki usaha bidang tersebut melalui pembiayaan fasilitas dana bergulir dan saat ini telah disalurkan kepada sekitar 30 ribu debitur dengan berbagai program seperti layanan tunda tebang selain pengelolaan multi usaha kehutanan (MUK).

Bentuk layanan dana bergulir lainnya juga diberikan kepada usaha sirkuler ekonomi khususnya untuk bisnis maggot, RDF komunal serta mekanisme daur ulang sampah. Sumber dana yang digunakan berasal dari pengelolaan Debt Nature Swab (DNS) yang awalnya menjadi dana kelolaan di KLHK.  

Dalam perjalanannya, ujar Menteri Siti, BPDLH diharapkan mampu melakukan pengelolaan dana dari berbagai sumber, baik dana publik atau dana swasta yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri dan mampu menyalurkan dana dengan berbagai instrumen kepada berbagai tujuan program/proyek hijau.

Berbagai tujuan program tersebut secara menyeluruh dibagi menjadi tematik mitigasi perubahan iklim (MPI) serta adaptasi perubahan iklim (API).

Tema-tema yang masuk dalam kerangka MPI diantaranya tema sektor berbasis lahan, energi, transportasi dan limbah serta sampah. Sementara tema API diantaranya mencegah kenaikan permukaan air laut, pengendalian bencana, ketahanan energi dan pangan serta ketahanan lingkungan.

Dana Existing

Seperti diketahui, Pemerintah secara khusus mengelola dana lingkungan hidup selama empat tahun terakhir. Dana itu dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Hingga September 2024, total dana  mencapai USD 1,6 miliar atau sekitar Rp 24,3 triliun.

Dalam beberapa kesempatan, Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haranto mengatakan,  seluruh dana kelolaan tersebut sudah ada pemiliknya di beberapa kementerian/lembaga sehingga BPDLH sifatnya hanya mengelola. "Jadi jangan terkecoh dengan besarannya karena BPDLH cuma mengelola. Tetapi dalam kesepakatan, kami juga terlibat untuk menetapkan penggunaannya, lembaganya seperti apa."

Dikemukakan Joko Tri Haranto,  berbagai sumber dana yang telah dikelola di BPDLH terdiri atas dana untuk program tematik kehutanan dan penggunaan lahan di luar kawasan, energi baru terbarukan, produksi dan konsumsi berkelanjutan, keamanan pangan, air dan kesehatan serta adaptasi dan pengelolaan risiko bencana.

Pengelolaan dana oleh BPDLH dilaksanakan berdasarkan mandat yang dituangkan dalam rencana investasi yang ditetapkan oleh K/L pengampu. Jika sektor berbasis lahan maka K/L pengampunya adalah KLHK, sementara blue financing dikelola oleh KKP dan energi via Kementerian ESDM.

Meski terdapat 10 K/L yang menjadi Komite Pengarah dari BPDLH, dana awal terbesar yang saat ini dikelola BPDLH diperuntukkan untuk pendanaan kehutanan dan penggunaan lahan di luar kawasan yang berasal dari kerjasama bilateral Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Norwegia dalam mendukung pencapaian target FOLU Nett Sink 2030 dan multidonor lainnya dari Green Climate Fund (GCF).

Dana MDBs seperti World Bank (WB) dan juga Asian Development Bank (ADB) juga memiliki dana kelolaan yang signifikan di BPDLH. Tak ketinggalan mandat dana pengelolaan APBN, philantropis serta dana catalytic funding untuk usaha rintisan awal (start up funding).

Lebih lanjut dikemukakan Joko Tri Haryanto,  dana yang ditujukan untuk mendukung program tematik kehutanan dan penggunaan lahan di luar kawasan sekitar USD 860 juta. Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani bersama mitra kerja sama, dana tersebut merupakan dana insentif melalui pembayaran berbasis kinerja atas pengurangan emisi gas rumah kaca sektor kehutanan (Reducing Emission from Deforestation and Degradation/REDD+) sebesar 43% dari total dana program tematik kehutanan dan penggunaan lahan di luar kawasan. Dana lainnya sebesar 49% merupakan dana yang diperuntukkan untuk rehabilitasi mangrove seluas 75 ribu ha pada 4 (empat) provinsi.

Merujuk pada rencana investasi yang ada, Menteri LHK Siti Nurbaya  menjelaskan, peruntukkan dana pembayaran berbasis kinerja REDD+ tersebut untuk berbagai tujuan, yang meliputi: (1) penguatan kondisi pemungkin untuk implementasi REDD+, (2) insentif kepada Pemerintah Daerah yang berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca, (3) sektor lain selain bidang kehutanan yang berkontribusi pada target NDC dan (4) program berbasis masyarakat atau layanan akses dana masyarakat.

“Peruntukkan dana untuk penguatan kondisi pemungkin telah menghasilkan berbagai kebijakan baru atau penguatan kebijakan yang ada, termasuk kebijakan terkait REDD+ dan nilai ekonomi karbon (NEK). Selain itu, telah dilakukan berbagai upaya peningkatan kapasitas dalam pemahaman tentang pengendalian perubahan iklim yang menjadi komitmen Pemerintah Indonesia yang ditujukan untuk berbagai target kelompok,” ujar Menteri Siti.

Insentif Pemda Tentang  dana insentif yang disalurkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi, papar Menteri Siti,  saat ini telah disetujui delapan proposal dana insentif untuk REDD+ yang disetujui KLHK dengan nilai bervariasi berdasarkan kontribusi Pemda dalam pengurangan emisi nasional. Sementara dana insentif untuk mendukung implementasi rencana operasional kehutanan dan penggunaan lahan di luar kawasan di tingkat provinsi, telah disalurkan kepada 4 (empat) Pemerintah Daerah Provinsi.

"Beberapa usulan Pemda lainnya, baik dana insentif untuk REDD+ atau dana terkait rencana operasional kehutanan dan penggunaan lahan di luar kawasan sedang dalam proses penilaian. Dana insentif tersebut akan diinvestasikan untuk program berbasis lahan yang diharapkan dapat berkontribusi pada penguranan emisi propinsi dan nasional berikutmya,” ujarnya.

Baca Juga: KLHK Raih Penghargaan Peringkat Pertama Green Eurasia 2024 Atas Perubahan Iklim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti