JAKARTA. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dinilai memiliki peluang besar dalam meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar hutan. Hal tersebut juga dapat mendongkrak pendapatan daerah. "Hasil hutan non-kayu, seperti madu hutan, sumber obat herbal yang berasal dari akar-akar tumbuhan hutan, serta buah-buahan hasil hutan yang potensial dalam menghasilkan rupiah tanpa merusak ekosistem di hutan," ujar Dede Hadi perwakilan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Aceh dalam siaran pers, Selasa (1/8). Aceh merupakan salah satu provinsi yang telah mengembangkan pola pengelolaan hutan bersama rakyat. Beberapa ketentuan disepakati yakni tidak menghilangkan fungsi kawasan, tidak memperjualbelikan, dan mempertahankan pola agroforestry. “Pengelolaan ini dilakukan dengan mekanisme kerjasama masyarakat dengan KPH, dan ini sudah ada aturannya, sesuai dengan skema Perhutanan Sosial,” paparnya. Dalam hal ini, KPH Aceh dan DLHK Aceh, bekerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh juga melakukan diseminasi, penyuluhan, sosialisasi, pendampingan, dan peningkatan kapasitas stakeholders. Kerjasama tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam hubungan dengan Uni Eropa terkait pengendalian perubahan iklim. Kerjasama ini dapat berkontribusi dalam penyiapan sistem Monitoring, Reporting and Verification (MRV) aset ekologi hutan provinsi dan atribut aset lainnya seperti kepemilikan dan tata kelola hutan. Sistem MRV juga akan memberikan pelajaran untuk mendukung prakarsa seperti FLEGT, SVLK, dan rekomendasi pemantauan independen. Pada akhirnya, dapat dihasilkan rekomendasi untuk sektor kehutanan dan perkebunan untuk memastikan investasi baru dan inisiatif pembangunan ekonomi sesuai dengan prinsip rendah karbon, konservasi keanekaragaman hayati dan penumbuhan mata pencaharian, dan relevan dengan inisiatif provinsi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengelolaan hutan bisa dongkrak ekonomi Aceh
JAKARTA. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dinilai memiliki peluang besar dalam meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar hutan. Hal tersebut juga dapat mendongkrak pendapatan daerah. "Hasil hutan non-kayu, seperti madu hutan, sumber obat herbal yang berasal dari akar-akar tumbuhan hutan, serta buah-buahan hasil hutan yang potensial dalam menghasilkan rupiah tanpa merusak ekosistem di hutan," ujar Dede Hadi perwakilan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Aceh dalam siaran pers, Selasa (1/8). Aceh merupakan salah satu provinsi yang telah mengembangkan pola pengelolaan hutan bersama rakyat. Beberapa ketentuan disepakati yakni tidak menghilangkan fungsi kawasan, tidak memperjualbelikan, dan mempertahankan pola agroforestry. “Pengelolaan ini dilakukan dengan mekanisme kerjasama masyarakat dengan KPH, dan ini sudah ada aturannya, sesuai dengan skema Perhutanan Sosial,” paparnya. Dalam hal ini, KPH Aceh dan DLHK Aceh, bekerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh juga melakukan diseminasi, penyuluhan, sosialisasi, pendampingan, dan peningkatan kapasitas stakeholders. Kerjasama tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam hubungan dengan Uni Eropa terkait pengendalian perubahan iklim. Kerjasama ini dapat berkontribusi dalam penyiapan sistem Monitoring, Reporting and Verification (MRV) aset ekologi hutan provinsi dan atribut aset lainnya seperti kepemilikan dan tata kelola hutan. Sistem MRV juga akan memberikan pelajaran untuk mendukung prakarsa seperti FLEGT, SVLK, dan rekomendasi pemantauan independen. Pada akhirnya, dapat dihasilkan rekomendasi untuk sektor kehutanan dan perkebunan untuk memastikan investasi baru dan inisiatif pembangunan ekonomi sesuai dengan prinsip rendah karbon, konservasi keanekaragaman hayati dan penumbuhan mata pencaharian, dan relevan dengan inisiatif provinsi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News