Pengembalian restitusi pajak kuartal I naik 48,78%



JAKARTA. Pelambatan ekonomi bukan satu-satunya penghambat penerimaan pajak. Seretnya setoran pajak tiga bulan pertama tahun ini juga akibat pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) pajak yang besar.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, pembayaran restitusi pajak kuartal I tahun ini mencapai Rp 23,85 triliun, tumbuh melesat 48,78% dibanding periode sama tahun lalu hanya Rp 16,03 triliun.

Pengembalian terbesar berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yakni sebesar Rp 18,27 triliun, naik 36,19%.


Restitusi pajak terbesar kedua dari pajak penghasilan (PPh) non minyak dan gas (migas) sebesar Rp 5,47 triliun, melonjak 110,47%. Restitusi sisanya dari pajak bumi dan bangunan (PBB), masing-masing Rp 7,06 miliar, naik 1.430,2% dan Rp 94,42 miliar tumbuh 552,36%. "Semua naik karena harus membayar penundaan restitusi tahun lalu yang berkontribusi 70%," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak Kemkeu Mekar Satria Utama, pekan lalu.

Asal tahu saja, penerimaan pajak triwulan pertama tahun ini hanya mencapai Rp 180 triliun atau 13,9% dari target APBNP 2015 Rp 1.296 triliun.

Penerimaan pajak kali ini turun 13,25% dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 207,5 triliun. Setoran pajak ini juga lebih kecil dibandingkan triwulan I 2013 sebesar Rp 186,3 triliun.

Oleh karena itu, agar restitusi tak semakin menggerus setoran pajak, Ditjen Pajak optimal menjalankan program e-faktur mulai Juli 2015. E-faktur bisa memperkecil peluang terjadinya pelanggaran adanya faktur pajak fiktif.

Ditjen Pajak juga akan memperpanjang waktu penyelesaian permohonan restitusi pajak, yakni maksimal sebulan untuk PPN dan PPh tiga bulan. Selama ini, pemeriksaan restitusi pajak harus selesai dalam waktu seminggu. "Revisi aturannya masih dibahas," ujar Satria.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, berpendapat, Ditjen Pajak harus secepatnya memberlakukan kewajiban e-faktur. Dengan e-faktur, Ditjen Pajak akan lebih mudah memeriksa serta lebih efektif mencegah terjadinya pemalsuan faktur pajak. "E-faktur ideal untuk menekan kebocoran," ungkap Yustinus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie