Pengembalian tanah ulayat rawan konflik



JAKARTA. Keberadaan tanah milik adat atau tanah ulayat dilindungi oleh undang-undang. Atas dasar itu, pemerintah menghormati dan akan mengembalikan tanah ulayat yang dikuasai perusahaan kepada masyarakat.

Penegasan ini disampaikan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, merespons petani asal Jambi, Mesuji, dan Lampung Tengah yang melakukan aksi jalan kaki sejauh 1.000 kilometer dari Jambi ke Jakarta. Mereka menuntut pengembalian tanah adat yang dirampas perusahaan perkebunan. "Kapan saja, saya welcome menerima petani.

Mereka tidak mungkin datang jauh-jauh ke sini jika tidak betul-betul memperjuangkan hak-haknya. Ini yang kami hormati," kata Zulkifli, Kamis (17/1).


Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui pengembalian hak tanah kepada masyarakat Mesuji. Meski begitu, Zulkifli bilang, kini masalahnya adalah soal pembagian lahan tersebut. Menurutnya, di lahan yang jadi sengketa dan memakan korban jiwa itu, terdapat 1.000 orang yang mengaku sebagai pemilik.

Namun, di sisi lain, terdapat lebih dari 10.000 warga yang tinggal di lahan itu dan menuntut bagian juga. Hal ini sangat menyulitkan karena siapa yang bisa menjamin tidak akan timbul kericuhan lagi saat pembagian lahan Suku Anak Dalam, Jambi ini. Zulkifli menuturkan, pemerintah sudah menyerahkan masalah tersebut untuk ditangani lebih lanjut oleh pemerintah daerah setempat.

Asal tahu saja, kemarin, sebanyak 68 petani asal Jambi, Mesuji, dan Lampung Tengah, sampai di depan Istana Negara setelah aksi berjalan kaki. Puluhan petani ini dijuluki "Pahlawan Penegakan Pasal 33 UUD 1945". Dari 68 orang itu, 38 di antaranya berjalan kaki dari Jambi sejak 12 Desember 2012 lalu.

Suprayitno (42 tahun), salah seorang petani asal Kunangan Jaya, Jambi, yang ikut dalam aksi jalan kaki itu membantah bila mereka hendak merampas tanah hutan untuk dijadikan lahan garapan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan