Pengembang Harus Mulai Fokus Membangun Properti Konsep Hijau, Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktik Environment, Social, and Governance (ESG) mendesak untuk diimplementasikan oleh semua sektor industri untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Penerapan ESG ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara orientasi profit bisnis dan keberlanjutan lingkungan sosial.

Penerapan ESG di sektor properti kini juga gencar didorong melalui pembangunan produk properti dengan konsep hijau atau ramah lingkungan. Penerapan konsep hijau merupakan kontribusi sektor properti dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim global.

Properti ramah lingkungan secara pragmatis memberikan opsi pada efisiensi penggunaan energi yang berujung pada penghematan biaya listrik. Tapi,  tujuan jangka panjangnya untuk pelestarian usia lingkungan hidup. 


Menurut Chairperson Green Building Council Indonesia (GBCI) Iwan Prijanto, peran swasta sangat diperlukan untuk mewujudkan pengembangan kawasan dan properti hijau di Indonesia. Pasalnya, sektor swasta merupakan penggerak utama yang mendorong keberlangsungan pembangunan.

Baca Juga: Pertumbuhan Harga Rumah di Bogor Ungguli Kota Besar Lain di Jabodetabek dan Jawa

Ia melihat pemerintah Indonesia jarang memiliki visi dalam pembangunan suatu kawasan, berbeda dengan negara-negara lain seperti Jepang, Singapura dan Hong Kong.  “Di negara maju, pemerintah bertanggung jawab menciptakan perencanaan jangka panjang. Pelaku usaha swasta tinggal menyesuaikan dengan perencanaan tersebut. Sedangkan di Indonesia yang terjadi justru kebalikannya,” kata dia, Selasa (28/6).

GBCI mencatat, proses konstruksi sebuah bangunan mengkonsumsi 35% energi dan 12% air, menghasilkan 25% sampah serta mengeluarkan 39% emisi gas rumah kaca (greenhouse gases). Setelah pembangunan selesai, operasionalisasi bangunan bertingkat itu berkontribusi tiga besar teratas produksi emisi karbondioksida (CO2).   Oleh karena itu, kata dia, pengembang suka tidak suka harus harus turut berperan aktif dalam kegiatan memerangi perubahan iklim dunia. Konsep bangunan hijau bertujuan melakukan konservasi, efisiensi serta saling berbagi dalam pemanfaatan sumber daya energi, air, lahan, udara dan lingkungan.

Iwan mengatakan, pengembang yang tidak bisa mengikuti ketentuan net zero carbon dalam aktivitas usahanya maka akan mengalami keterlambatan dalam 10 tahun ke depan dan akan sulit menjual unit propertinya.

Ia menambahkan, GBCI sejak 2009 telah menerbitkan sertifikasi bangunan hijau atau greenship terhadap sejumlah proyek properti. Sertifikasi hijau terbitannya mendapat pengakuan dari World Green Building Council. 

Baca Juga: Lokasi Strategis, 7 Ruko Sinar Mas Land Ini Tawarkan Investasi Jangka Panjang

Chief Marketing Officer (CMO) Elevee Condominium Alam Sutera Alvin Andronicus mengakui, penerapan konsep properti hijau memang sangat penting dalam pengembangan sebuah kawasan properti. Elevee Condominium yang merupakan bagian dari properti milik PT Alam Sutera Realty Tbk juga sudah mengadopsi konsep properti hijau.   “Secara kasat mata, properti di Alam Sutera sudah menerapkan konsep properti hijau. Misalnya, penanaman pohon sebagai kanopi yang menaungi pedestrian, penggunaan transportasi publik terpadu, pengolahan sampah terpadu, water treatment plan (WTP) yang memproduksi air bersih untuk dialirkan ke rumah-rumah warga di Alam Sutera,” beber Alvin.   Tidak hanya itu, lanjutnya, Alam Sutera  juga memasang 500 closed circuit TV (CCTV) di sejumlah titik sebagai alat pemantau arus lalu lintas. CCTV itu merupakan bagian dari Traffic Management System yang dijalankan oleh pengelola Alam Sutera untuk mengantisipasi tumpukan kendaraan agar tidak menimbulkan polusi udara. 

Alvin menjelaskan, konsep properti hijau juga harus menjangkau seluruh kalangan terkait. Misalnya, masyarakat baik yang bermukim di proyek properti yang dikembangkan oleh developer, maupun masyarakat di sekitarnya.

Sementara, Iwan melihat penerapan konsep properti hijau di sektor properti Indonesia saat ada tiga. Pertama, konsep properti hijau masih sebatas gimmick marketing untuk menjaring calon konsumen. 

Baca Juga: Jaya Sukses Makmur Sentosa (RISE) Bukukan Penurunan Kinerja pada Kuartal I-2024

Kedua, properti hijau sudah menjadi acuan bagi perusahaan pengembang. Untuk pengembang kategori kedua ini, tenaga marketing sudah berperan aktif dalam mengamplifikasi kebijakan pemilik perusahaan menyangkut aspek properti hijau. 

Kategori ketiga adalah pengembang kategori kedua tetapi yang sudah mengantongi sertifikasi properti hijau dari lembaga resmi. “Saat ini proyek properti dari Alam Sutera masih dalam kategori kedua. Kami tentunya berharap pengembang nasional seperti Alam Sutera bisa menaikkan levelnya hingga ke kategori ketiga,” kata Iwan. 

Adapun posisisi Eleeve Condominium saat ini sudah mengarah ke proses sertifikasi properti hijau. Alvin mengakui bahwa untuk memperoleh sertifikasi properti hijau memang tidak semudah membalik telapak tangan. 

“Ada beragam ketentuan yang wajib dipenuhi oleh pengembang. Salah satu yang masih sulit untuk dipenuhi adalah penggunaan material bangunan yang sepenuhnya harus bersertifikasi hijau. Padahal, belum ada produsen bahan bangunan lokal yang bisa memenuhi ketentuan itu,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dina Hutauruk