JAKARTA. Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sudah santer terdengar di tanah air. Bahkan, sempat dikabarkan bahwa kenaikan BBM akan berlaku mulai 1 November 2014. Namun, hal tersebut dibantah oleh pemerintah. Pemerintah menyatakan kenaikan harga BBM akan dilakukan sebelum 2015. Meski begitu, belum ada tanggal pasti kapan kenaikan tersebut terjadi. Hal ini membuat sejumlah pebisnis, khususnya pengembang properti, ketar-ketir. Menurut Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI), Theresia Rustandi, isu yang tidak jelas berpengaruh terhadap pasar.
"Walaupun baru isu, tapi sudah ada beberapa yang menaikkan harga. Ini membuat pasar tidak stabil," ujar Theresia di Jakarta Timur, Sabtu (1/11). Dia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak dapat memberi ketegasan soal kenaikan BBM ini. Isu yang beredar itu, lanjut Theresia, membuat suplier dan vendor mengantisipasi harga bahan bangunan. Ia khawatir, saat kenaikan harga BBM benar-benar terjadi, akan ada kenaikan harga kembali. "Pemerintah, semua pihak, jangan menyebarkan isu. Kalau belum pasti tanggalnya, jangan diberitahu dulu," saran Theresia. Menurut dia, lebih baik pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM beberapa hari sebelumnya atau mengatakan tanggal yang pasti dari sekarang. Menurut dia, pebisnis tidak menyukai hal-hal yang tidak jelas atau tidak terprediksi. Harapan baru Terkait pembentukan kabinet baru serta adanya penggabungan dua kementerian, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Theresia berharap, hutang pemerintah sebelumnya dapat dipenuhi.
"Inventarisasi masalah untuk mengurangi backlog. Kami, para pengembang, punya target 2025 mencapai hal itu. Kemen PU malah menargetkan 2020 tidak ada lagi pemukiman kumuh. Kalau itu berhasil, akan sangat bagus sekali," kata Theresia. Selain itu, dia juga berharap peraturan hunian berimbang yang tumpang tindih dapat tertata dengan baik. Selama ini, menurut Theresia, peraturan dari pemerintah pusat dan daerah, seringkali tidak dapat berjalan selaras. "Pengembang yang akan membangun di atas lahan sebesar 5.000 meter di Jakarta, maka 20 persennya dibangun rumah susun murah. Tapi, di UU juga ada peraturan yang mirip. Kita harus ikut yang mana. Nah, Semoga pemerintahan yang baru bisa menyelesaikan ini," ujarnya. (Arimbi Ramadhiani) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto