JAKARTA. Para pengembang meyakini Program Nasional Pembangunan "Satu Juta Rumah" yang dicanangkan pemerintah tidak dapat terwujud, selama tidak disertai cetak biru dan detail program. "Pembangunan "Satu Juta Rumah" hanya slogan, dan selamanya menjadi slogan karena hingga saat ini detail program tidak ada. Itu hanya meneruskan harapan Wakil Presiden Jusuf Kalla saja. Menteri Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat juga jalan sendiri, tidak ada koordinasi," ungkap Komisaris PT Hanson Land International Tbk, Tanto Kurniawan, kepada Kompas.com, Minggu (22/2). Tanto menjelaskan, kalau pemerintah serius, harus dilakukan koordinasi yang baik dengan pelaku industri perumahan alias para pengembang, bank penyedia kredit pemilikan rumah bersubsidi atau KPR-FLPP, dan melibatkan pemerintah daerah untuk mempermudah perizinan serta pembebasan PPN bahan bangunan. "Tak hanya itu, jika pemerintah mau melibatkan pengembang, juga harus diberikan kemudahan dalam memperoleh kredit konstruksi berbunga rendah. Nah, bila rumah sudah selesai dibangun, maka KPR FLPP-nya berlaku bagi konsumen," terang Tanto. Sayangnya, hingga empat bulan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berjalan, kata Tanto, tidak ada usaha-usaha ke arah koordinasi dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, dana para pihak yang selama ini berkecimpung di dalam penyediaan rumah. "Akibatnya, mudah ditebak, semua jalan sendiri-sendiri. Jangankan target satu juta rumah, seperempat juta rumah saja diragukan," tandas Tanto. Jadi, jangan salahkan pengembang jika backlog hunian terus membengkak menjadi 13,5 juta unit hingga 15 juta unit. Pengembang akan terus membangun hunian sesuai dengan rencana strategis dan kepentingan bisnisnya dengan orientasi profit. Mekanisme pasar Dengan catatan, selama pemerintah tidak kunjung membuat cetak biru perumahan, termasuk mekanisme pembiayaannya. Alhasil, dengan absennya kehadiran pemerintah (negara), harga rumah pun jadi mengikuti dan ditentukan oleh mekanisme pasar. Semakin tinggi kebutuhan, dan terbatasnya pasokan, maka harga akan kian melambung. Saat ini saja harga rumah di wilayah Depok sudah mencapai kisaran Rp 400 juta hingga Rp 1 miliar per unit. Sedangkan di wilayah Gading Serpong, bertengger di angka Rp 900 juta-Rp 1,5 miliar terendah. Jangan bicara Alam Sutera, BSD City dan Bintaro Jaya. Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International, Ervan Adi Nugroho, membenarkan, harga rumah saat ini sangat ditentukan oleh mekanisme pasar. Terkait pasokan dan permintaan. "Keterbatasan lahan mentah dengan harga murah ikut mempengaruhi melambungnya harga rumah. Hal ini membuat ongkos produksi menjadi semakin membengkak. Saat ini, ongkos produksi sekitar 70% dari harga jual rumah," tutur Ervan. Ervan sependapat dengan Tanto, bahwa untuk mencapai target pembangunan "satu juta rumah", perlu ada institusi khusus yang bertugas menyediakan lahan mentah dengan harga murah. Sehingga pengembang bisa memproduksi hunian dengan ongkos membangun lebih murah yang pada gilirannya harga jual juga menjadi kompetitif. "Namun, selama pemerintah tidak melakukan intervensi pengadaan lahan dan tidak mendukung pembangunan infrastruktur utama, maka sulit tercapai target pembangunan "satu juta rumah," pungkas Ervan. (Hilda B Alexander) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengembang: Satu juta rumah hanya slogan!
JAKARTA. Para pengembang meyakini Program Nasional Pembangunan "Satu Juta Rumah" yang dicanangkan pemerintah tidak dapat terwujud, selama tidak disertai cetak biru dan detail program. "Pembangunan "Satu Juta Rumah" hanya slogan, dan selamanya menjadi slogan karena hingga saat ini detail program tidak ada. Itu hanya meneruskan harapan Wakil Presiden Jusuf Kalla saja. Menteri Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat juga jalan sendiri, tidak ada koordinasi," ungkap Komisaris PT Hanson Land International Tbk, Tanto Kurniawan, kepada Kompas.com, Minggu (22/2). Tanto menjelaskan, kalau pemerintah serius, harus dilakukan koordinasi yang baik dengan pelaku industri perumahan alias para pengembang, bank penyedia kredit pemilikan rumah bersubsidi atau KPR-FLPP, dan melibatkan pemerintah daerah untuk mempermudah perizinan serta pembebasan PPN bahan bangunan. "Tak hanya itu, jika pemerintah mau melibatkan pengembang, juga harus diberikan kemudahan dalam memperoleh kredit konstruksi berbunga rendah. Nah, bila rumah sudah selesai dibangun, maka KPR FLPP-nya berlaku bagi konsumen," terang Tanto. Sayangnya, hingga empat bulan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berjalan, kata Tanto, tidak ada usaha-usaha ke arah koordinasi dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, dana para pihak yang selama ini berkecimpung di dalam penyediaan rumah. "Akibatnya, mudah ditebak, semua jalan sendiri-sendiri. Jangankan target satu juta rumah, seperempat juta rumah saja diragukan," tandas Tanto. Jadi, jangan salahkan pengembang jika backlog hunian terus membengkak menjadi 13,5 juta unit hingga 15 juta unit. Pengembang akan terus membangun hunian sesuai dengan rencana strategis dan kepentingan bisnisnya dengan orientasi profit. Mekanisme pasar Dengan catatan, selama pemerintah tidak kunjung membuat cetak biru perumahan, termasuk mekanisme pembiayaannya. Alhasil, dengan absennya kehadiran pemerintah (negara), harga rumah pun jadi mengikuti dan ditentukan oleh mekanisme pasar. Semakin tinggi kebutuhan, dan terbatasnya pasokan, maka harga akan kian melambung. Saat ini saja harga rumah di wilayah Depok sudah mencapai kisaran Rp 400 juta hingga Rp 1 miliar per unit. Sedangkan di wilayah Gading Serpong, bertengger di angka Rp 900 juta-Rp 1,5 miliar terendah. Jangan bicara Alam Sutera, BSD City dan Bintaro Jaya. Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International, Ervan Adi Nugroho, membenarkan, harga rumah saat ini sangat ditentukan oleh mekanisme pasar. Terkait pasokan dan permintaan. "Keterbatasan lahan mentah dengan harga murah ikut mempengaruhi melambungnya harga rumah. Hal ini membuat ongkos produksi menjadi semakin membengkak. Saat ini, ongkos produksi sekitar 70% dari harga jual rumah," tutur Ervan. Ervan sependapat dengan Tanto, bahwa untuk mencapai target pembangunan "satu juta rumah", perlu ada institusi khusus yang bertugas menyediakan lahan mentah dengan harga murah. Sehingga pengembang bisa memproduksi hunian dengan ongkos membangun lebih murah yang pada gilirannya harga jual juga menjadi kompetitif. "Namun, selama pemerintah tidak melakukan intervensi pengadaan lahan dan tidak mendukung pembangunan infrastruktur utama, maka sulit tercapai target pembangunan "satu juta rumah," pungkas Ervan. (Hilda B Alexander) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News