Pengembangan EBT Masih Lambat, Komisi VII DPR Minta Pemerintah Cari Terobosan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto melihat belum maksimalnya pengembangan energi baru dan energi terbarukan (EBT) saat ini karena rumusan kebijakan yang konkret di tingkat pemerintah masih belum selesai. 

Dia bilang, kebijakan terkait ketenagalistrikan di Indonesia dan sumber energinya adalah pilihan antara energi yang lebih bersih dengan energi yang lebih murah. 

Mulyanto melihat dari sisi regulator dalam hal ini Kementerian ESDM mendorong ke arah penggunaan sumber energi yang semakin bersih sesuai Kebijakan Energi Nasional dan komitmen internasional terhadap net zero emission di tahun 2060.  


Namun di sisi lainnya, operator listrik yakni PT PLN, masih terbelit masalah surplus listrik dan tekanan klausul TOP (take or pay) dari pembangkit listrik swasta di tengah utang korporasi yang mencapai Rp 600 triliun. 

Baca Juga: RUU EBT Terkendala Skema Power Wheeling, Begini Kata Pengamat

“Persoalan ini membuat kandasnya Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) karena Pemerintah tidak menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sesuai aturan Undang-Undang yang paling lambat 60 hari sejak diterimanya surat dari DPR,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (25/10). 

Mulyanto menyatakan, salah satu penyebab DIM belum juga keluar karena pihak pemerintah belum sepakat soal power wheeling  yakni inisiatif swasta dalam pembangunan EBET yang diintegrasikan dalam jaringan PLN. 

“DPR sendiri menginginkan Pemerintah merumuskan soal ini dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan bingkai peraturan perundang-undangan,” ujarnya. 

Mulyanto bilang, pihaknya menginginkan pemerintah mencari terobosan inisiatif strategis untuk mengembangkan sumber energi listrik yang bersih sekaligus murah.  Dia menilai permasalahan inilah yang masih belum tuntas.  

“Namun kalau kita harus memilih, maka energi yang murah di tengah turbulensi ekonomi dan mahalnya harga energi dunia menjadi harapan masyarakat.  Ini yang harus kita pertimbangkan dan perjuangkan,” tegasnya. 

Baca Juga: Komisi VII DPR: Idealnya PLTS Atap Tidak Ada Pembatasan Pemasangan

Pembatasan PLTS Atap Hambat Pengembangan Energi Terbarukan 

Permasalahan oversupply listrik yang terjadi di sistem kelistrikan Jawa Bali dan Madura dan tingginya animo masyarakat terhadap pembangkit surya membuat PLN mengambil kebijakan pembatasan pemasangan PLTS Atap maksimal 15% dari kapasitas listrik terpasang. Lewat peraturan ini, sejumlah pelaku usaha di sektor PLTS maupun Pemerintah Daerah mengeluhkan hambatan pengembangan energi terbarukan ini. 

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno menegaskan percepatan pengembangan energi terbarukan apalagi PLTS Atap idealnya tidak ada pembatasan. 

“Berapapun rooftop solar yang terpasang apakah itu rumah tangga maupun industri idealnya tidak boleh ada pembatasan karena itu merupakan salah satu upaya mempercepat bauran energi baru dan terbarukan,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (24/10). 

Eddy mengakui, permasalahan pembatasan PLTS Atap ini karena adanya oversupply listrik yang sedang diderita PLN sehingga perlu dicari penyeimbang antara pengembangan PLTS Atap dengan penyerapan listrik oleh PLN. 

Baca Juga: PLN Targetkan Kapasitas Pembangkit EBT Mencapai 28,9 GW pada Tahun 2030

Eddy menyampaikan saran, salah satu opsi yang bisa dikaji ialah PLTS rooftop bisa digunakan dan dijual tidak hanya pada PLN tetapi bisa ke swasta lain atau pihak lainnya yang membutuhkan. 

“Mungkin ada terobosan yang bisa dipelajari lebih lanjut memperhatikan aspek legalitasnya dalam rangka mempercepat pengembangan bauran energi terbarukan,” ujarnya. 

Menurut Eddy, untuk mengakselerasi pengembangan EBT perlu ada upaya agar pembangkit energi terbarukan bisa menjual ke pihak-pihak yang membutuhkannya langsung, tidak mutlak ke PLN dahulu. 

“Ini bisa dipelajari dan dilaksanakan di daerah-daerah yang PLN masih belum memiliki coverage listrik yang besar atau tidak,” ujarnya. 

Eddy kembali menegaskan, jangan sampai permasalahan oversupply menghambat pengembangan energi baru dan terbarukan secara nasional. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .