Pengembangan industri baterai kendaraan listrik dorong pembangunan smelter tembaga



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rencana pengembangan industri baterai kendaraan listrik di dalam negeri dinilai berpotensi meningkatkan kebutuhan tembaga di Indonesia. Hal ini dinilai akan mendorong pembangunan smelter tembaga di Indonesia.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, pelaku industri pertambangan tembaga membutuhkan kepastian apakah produknya bisa diserap atau tidak oleh industri penggunanya sebelum memutuskan untuk membangun smelter dan melakukan hilirisasi tembaga.

Dalam hal ini, wacana pengembangan industri baterai listrik di Indonesia, kalau rencana produksinya jelas, bisa menjadi salah satu pendorong bagi pelaku industri pertambangan tembaga untuk membangun smelter tembaga dan melakukan hilirisasi tembaga, sebab pengembangan industri baterai listrik di dalam negeri akan menciptakan kebutuhan pasar akan tembaga yang sudah dimurnikan.


“Tembaga  itu porsi kebutuhannya 8% dari total kebutuhan pembuatan baterai kendaraan listrik. Sisanya ada nikel 5%, aluminium 16%, kobalt 6%, dan masih banyak lagi,” kata Fabby saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (19/9).

Baca Juga: Tembaga dinilai lebih cocok jadi komponen pendukung baterai kendaraan listrik

Senada, Pengamat energi dari UGM, Fahmi Radi mengatakan, laiknya pelaku usaha pada umumnya, pelaku usaha pertambangan tembaga memiliki orientasi untuk mencari keuntungan.

Oleh karenanya, para pelaku industri pertambangan tembaga akan cenderung baru mau melakukan pembangunan smelter apabila sudah ada pasar yang jelas dan berpotensi untuk menyerap produk tembaga mereka yang telah dimurnikan. Maklum, pembangunan smelter  untuk mineral tambang membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta penuh dengan risiko.

Dalam hal ini, wacana pengembangan industri baterai listrik di Indonesia dinilai bisa memberi dorongan tambahan bagi pelaku industri untuk membangun smelter dan melakukan hilirisasi tembaga, mengingat  bahwa tembaga memang merupakan salah satu bahan baku utama dalam pembuatan baterai listrik.

“Kalau pedagang itu kan ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya kan. Kalau misalnya mereka harus membangun smelter harus melakukan investasi kemudian proses produksinya butuh waktu juga,” kata Fahmi saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (19/9).

Seperti diketahui, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan belum lama ini menyatakan pada 2024 mendatang Indonesia sudah bisa memproduksi baterai kendaraan listrik litium tipe 811. Untuk memproduksi baterai tersebut, pemerintah menggaet dua perusahaan asing yaitu LG Chem asal Korea Selatan dan CATL asal China.

Selanjutnya: Honda segera ungkap mobil listrik terbaru di China, begini gambarannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli