JAKARTA. Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) belum maksimal dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional dan pertumbuhan ekonomi daerah. Pasalnya, selama ini daerah masih bertumpu pada anggaran dari pusat. Kebijakan pemerintah juga kerap tak mendukung pengembangan kawasan tersebut.Direktur Pembangunan Kawasan Khusus, Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan, dan Rawan Bencana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Suprayoga Adi mengungkapkan dari 12 kapet, hampir semuanya tak berjalan sesuai rencana. Ke 12 Kapet ini yaitu Banda Aceh Darrusalam (Aceh), Bima (NTB), Khatulistiwa (Kalimantan Barat), Mbay (NTT), Daskakab (Kalimantan Tengah), Batulicin (Kalimantan Selatan), Sasamba (Kalimantan Timur), Menado Bitung (Sulawesi Utara), Palapas (Sulawesi Tengah), Pare-Pare (Sulawesi Selatan), bank Sejahtera Sultra (Sulawesi Tenggara), Seram (Maluku), dan Teluk Cendrawasih (Papua). “Ada yang mati suri, dan tinggal plang seperti di Bima, Seram, Mbay, dan Teluk Cendrawasih,” kata Suprayoga, Senin (19/7).Penyebab kegagalan kapet ini karena berbagai faktor. Suprayoga mengatakan kegagalan ini karena ketergantungan wilayah-wilayah Kapet dengan anggaran dari pemerintah pusat. Sebab, daerah belum mampu memaksimalkan potensi swasta dalam hal investasi. Selain itu, Suprayoga melihat kebijakan yang dibuat pemda, semisal peraturan daerah tentang Retribusi Daerah malah kontraproduktif terhadap pembangunan iklim investasi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pengembangan Kapet Masih Mampet
JAKARTA. Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) belum maksimal dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional dan pertumbuhan ekonomi daerah. Pasalnya, selama ini daerah masih bertumpu pada anggaran dari pusat. Kebijakan pemerintah juga kerap tak mendukung pengembangan kawasan tersebut.Direktur Pembangunan Kawasan Khusus, Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan, dan Rawan Bencana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Suprayoga Adi mengungkapkan dari 12 kapet, hampir semuanya tak berjalan sesuai rencana. Ke 12 Kapet ini yaitu Banda Aceh Darrusalam (Aceh), Bima (NTB), Khatulistiwa (Kalimantan Barat), Mbay (NTT), Daskakab (Kalimantan Tengah), Batulicin (Kalimantan Selatan), Sasamba (Kalimantan Timur), Menado Bitung (Sulawesi Utara), Palapas (Sulawesi Tengah), Pare-Pare (Sulawesi Selatan), bank Sejahtera Sultra (Sulawesi Tenggara), Seram (Maluku), dan Teluk Cendrawasih (Papua). “Ada yang mati suri, dan tinggal plang seperti di Bima, Seram, Mbay, dan Teluk Cendrawasih,” kata Suprayoga, Senin (19/7).Penyebab kegagalan kapet ini karena berbagai faktor. Suprayoga mengatakan kegagalan ini karena ketergantungan wilayah-wilayah Kapet dengan anggaran dari pemerintah pusat. Sebab, daerah belum mampu memaksimalkan potensi swasta dalam hal investasi. Selain itu, Suprayoga melihat kebijakan yang dibuat pemda, semisal peraturan daerah tentang Retribusi Daerah malah kontraproduktif terhadap pembangunan iklim investasi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News