KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PAM Mineral Tbk (
NICL) menilai, peluang bisnis nikel sangat menjanjikan. Perusahaan pun melihat, permintaan bijih nikel di pasar domestik akan tinggi karena pengembangan industri dan ekosistem kendaraan listrik. Seperti diketahui, pengembangan ekosistem kendaraan listrik dilaksanakan melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) bekerjasama dengan produsen mobil listrik dunia yaitu LG Chem (Korea) dan CATL (China). Adapun pabrik baterai mobil listrik milik PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) dan Konsorsium LG serta CATL untuk mobil listrik akan mulai melakukan peletakan batu pertama atau
groundbreaking pada akhir Juli 2021. Selanjutnya, pabrik baterai tersebut diharapkan akan mulai beroperasi pada 2023.
Dalam pengembangan ekosistem mobil listrik, manajemen NICL melihat nikel dengan kadar rendah akan banyak dibutuhkan untuk campuran dengan jenis logam Cobalt sebagai bahan baku untuk baterai. Direktur Utama PAM Mineral Ruddy Tjanaka mengatakan, perusahaan melihat peluang yang cukup menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah. Ini sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik. "Di sisi lain permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus mengalami peningkatan, terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter yang ada. Permintaan nikel dengan kadar tinggi juga cukup stabil Sementara permintaan pasar nikel berkadar rendah juga, sudah kembali mulai meningkat," kata dia dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Kamis (15/7).
Baca Juga: PAM Mineral (NICL) targetkan jual 1,30 juta metrik ton nikel tahun ini Lebih lanjut, Ruddy bilang, melalui industri baterai nasional dan tumbuhnya smelter dengan teknologi Hydrometalurgi, akan meningkatkan penyerapan nikel kadar rendah yang diproduksi PAM Mineral. Otomatis kinerja NICL akan menguat. "Ini yang kami harapkan bersama," ujarnya. Dia menambahkan, stabilnya industri pengolahan atau smelter, menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi industri bijih nikel. Dia optimistis permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat. Apalagi dengan ekspansi di smelter yang ada, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang NICL. "Tentu kami optimistis perkembangan ke depan kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7 juta hingga 8 juta ton per bulan," jelas dia. Dengan eksplorasi yang terus menerus dilakukan NICL, Ruddy yakin ke depannya PAM Mineral dan anak perusahaan masih memiliki sumberdaya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel kadar tinggi dan kadar rendah.
Ruddy pun percaya diri melihat prospek bisnis nikel ke depannya karena jumlah pasokan terbatas saat ini di sisi lain permintaan bijih nikel semakin meningkat terutama dari industri kendaraan listrik.
Market share untuk kendaraan listrik (EV) yang akan meningkat dari 2,5% pada tahun 2019 menjadi 10% pada tahun 2025.
Market share untuk industri kendaraan listrik diprediksikan akan meningkat menjadi 28% di tahun 2030 dan 58% di tahun 2040. Pada tahun 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7% dari total konsumsi global. Diperkirakan pada tahun 2022, permintaan nikel akan melebihi pasokan/
supply yang ada. "Potensi yang besar bagi Perseroan untuk bertumbuh mengingat saat ini baru sebagian kecil dari area yang sudah dieksploitasi," pungkas Ruddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari