Pengembangan mobil nasional masih terhambat



JAKARTA. Beberapa hambatan masih menghalangi cita-cita pengembangan mobil nasional. Beberapa skenario pengembangan terus digodok. Di antaranya adalah Low Cost and Green Car (LCGC) dan program Angkutan Umum Murah Pro Rakyat. Masalahnya, agar mobil rakyat ini bisa diproduksi secara massal, harus ada beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi.

Di antaranya adalah memiliki izin industri, perjanjian merek dengan prinsipal (merek luar negeri) atau merek terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk merek lokal.

Selain itu, pengembang juga kudu memiliki kode perusahaan dalam rangka kesiapan penerapan Nomor Identifikasi Kendaraan (NIK). "Sekurang-kurangnya wajib melakukan kegiatan pengelasan atau penyambungan, pengecatan, perakitan komponen utama seperti engine, body atau chassis, transmisi dan axle untuk kendaraan bermotor sehingga menjadi unit kendaraan yang utuh serta melakukan pengujian dan pengendalian mutu," jelas Menteri Perindustrian MS Hidayat melalui rilis yang diterima media pada Kamis (5/1).


MS Hidayat juga menjelaskan sejumlah ketentuan yang harus dilalui sebelum kendaraan bermotor dapat di produksi massal dan digunakan di jalan umum. Di antaranya adalah mengajukan permohonan NIK dan Tanda Pendaftaran Tipe (TPT) untuk keperluan produksi ke Kementerian Perindustrian, mengajukan permohonan uji laik jalan ke Kementerian Perhubungan, serta pengurusan STNK, BPKB di Kepolisian dan SAMSAT setempat.

Mobil lokal menggeliat

Beberapa tahun belakangan, industri perakitan mobil dalam negeri memang sedang menggeliat. Telah berkembang embrio mobil hasil karya anak bangsa dengan merek lokal seperti Esemka yang dirakit oleh SMK Surakarta, Komodo besutan PT. Fin Komodo, Tawon yang diproduksi oleh PT. Sumber Gasindo Jaya, GEA dari PT. INKA, ARINA hasil karya UNS Semarang, MOBIRA yang merupakan karya PT. Sarimas Ahmadi Pratama dan Mahator hasil kreasi PT. Maha Era Motor.

"Kementerian Perindustrian mendukung inovasi engineering untuk pengembangan kendaraan dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dukungan diberikan dalam bentuk promosi, uji coba kelaikan jalan dan pelatihan R&D," tandas MS Hidayat.

Segmentasi pasar untuk produk LCGC adalah untuk jenis kendaraan MPV 1000-1200 cc dengan konsumsi bahan bakar 20-22 km/liter. Sedangkan program Angkutan Umum Murah Pro Rakyat dimaksudkan untuk mengembangkan kendaraan dengan merek lokal dengan segmen kendaraan berkapasitas mesin maksimum 700 cc.

Usulan insentif untuk program LCGC sampai saat ini masih dalam proses di Kementerian Keuangan, adapun insentif tersebut berupa pembebasan bea masuk untuk impor mesin peralatan produksi, bahan baku dan komponen yang belum diproduksi di dalam negeri serta perpajakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: