KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan mata uang digital oleh Bank Indonesia (BI) mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Baru-baru ini, tepatkan pada 30 November 2022, Bank Indonesia meluncurkan white paper pengembangan central bank digital currency (CBDC) atau yang dikenal dengan rupiah digital. White paper ini merupakan desain (
high level) desain pengembangan rupiah digital yang berisi rumusan CBDC bagi Indonesia dengan mempertimbangkan asas manfaat dan risiko. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, proyek pengembangan rupiah digital ini dinamai Proyek Garuda. Ini sebagai tanda kesiapan Indonesia untuk menyusul negara-negara yang telah mengimplementasikan mata uang bank sentral.
Baca Juga: Perbankan Asean Bakal Integrasikan Sistem Pembayaran Lintas Negara “Kami meluncurkan white paper rupiah digital atas izin Presiden Joko Widodo. Pengembangan rupiah digital sebagai satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di Indonesia kami namakan Proyek Garuda,” tegas Perry dalam pembukaan Pertemuan Tahunan BI, Rabu (30/11) di Jakarta. Peta jalan rupiah digital ini terdiri dari tiga tahap.
Pertama,
wholesale CBDC (W-CBDC) untuk model bisnis penerbitan, pemusnahan, dan transfer antarbank dengan rupiah digital.
Kedua, model akan diperluas menjadi pengembangan model bisnis operasi moneter dan pasar uang.
Ketiga, integrasi W-CBDC dengan retail CBDC (R-CBDC) secara end-to-end. Penerbitan
white paper ini diharapkan menjadi katalisator pengembangan desain CBDC ke depan, agar penerapannya dapat sesuai dengan konteks dan karakteristik kebijakan. Bank Indonesia meyakini manfaat CBDC mampu menjaga kedaulatan rupiah di era digital, termasuk mendukung integrasi ekonomi dan keuangan digital, serta membuka peluang inklusi keuangan yang lebih merata dan berkelanjutan. Tentu, pengembangan rupiah digital akan membutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak. Tak hanya di dalam negeri, tetapi kolaborasi akan dilakukan secara internasional dengan pihak terkait. Sebelumnya, penerapan mata uang digital bank sentral telah dilakukan di beberapa negara. Tak hanya sekadar kajian, proyek ujicoba penggunaan mata uang digital bank sentral telah dilakukan oleh sejumlah bank sentral, misalnya, Australia, Singapura, Malaysia dan Afrika Selatan. Tahun lalu, bank sentral di empat negara tersebut melakukan uji coba pembayaran lintas batas menggunakan CBDC. Dalam pernyataan Reserve Bank of Australia (RBA), Bank Negara Malaysia, Monetary Authority of Singapore, South African Reserve Bank, dan Bank of International Settlement's Innovation Hub sebagai pemimpim skema tersebut mengatakan, proyek ujicoba CBDC itu bertujuan untuk mengembangkan prototipe platform bersama untuk transaksi lintas batas menggunakan beberapa CBDC. Sementara itu, bank sentral di sebagian negara masih menerapkan proyek DCBC dalam tahap awal dan fokus di dalam negeri. Seperti bank sentral China yang melakukan CDBC yang berfokus pada ritel.
Tak akan gantikan uang kartal
Meski prosesnya masih membutuhkan waktu yang cukup panjang, jelas
white paper ini akan membawa misi bank sentral untuk mewujudkan rupiah digital. Namun, BI menegaskan, rupiah digital tak akan menggantikan posisi uang kartal. Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menegaskan, rupiah digital tak akan menggantikan posisi uang kartal.
Baca Juga: Perbanas Jelaskan Peran Perbankan pada Inisiatif Rupiah Digital “Ini tidak jadi substitusi dari uang kartal. Ini hanya komplemen,” tegas Erwin, beberapa waktu lalu. Dia menambahkan, rupiah digital nantinya akan memudahkan masyarakat. Apalagi, zaman berkembang, digitalisasi makin marak, sehingga masyarakat memiliki preferensi membayar non tunai (
cashless). Bila nantinya rupiah digital ini dikembangkan, Erwin membayangkan akan ada efisiensi ekonomi dan akan membawa dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim mengungkapkan, kebutuhan uang kartal di masyarakat saat ini masih tinggi. Hal ini juga turut mendorong BI untuk tetap mencetak uang baru sebagai alat pembayaran di tengah digitalisasi. Selain itu, Marlison menyoroti daerah-daerah yang pembangunan infrastrukturnya belum maksimal, sehingga memang masih mengandalkan uang kartal dalam kegiatan ekonomi sehari-hari. Penyediaan uang kartal ini juga merupakan tugas BI. Apalagi, uang kertas rupiah juga tak hanya alat transaksi, tetapi simbol kedaulatan Indonesia. “Kami memenuhi kewajiban dan tugas pokok BI. Kami akan tetap meningkatkan kualitas uang kartal agar masyarakat makin percaya dan secara paralel tetap memajukan sistem pembayaran digital,” tandas Marlison.
Perbankan jadi distributor
Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan peran perbankan dalam inisiatif rupiah digital. Menurutnya, perbankan akan menjadi distributor bagi proyek pengembangan uang digital bank sentral alias central bank digital currency (CBDC) atau rupiah digital. “Perbankan akan mendukung program rupiah digital. Kita dukung, ini akan
wholesale dan ritel, bank akan jadi distributor,” ujar Tiko, sapaan akrab Kartika pada 50th ASEAN Banking Council Meeting di Labuan Bajo, Jumat (2/12).
Baca Juga: Indonesia Central Bank Launches White Paper on Planned Digital Currency Namun pelaku industri perbankan masih menunggu tindak lanjut dan arahan dari Bank Indonesia. Lantaran sampai saat ini, BI baru merilis kebijakan rupiah digital dalam bentuk
white paper. “Kita akan diskusi bagaimana pola dan teknologinya. Kita kerja sama dengan BI bagaimana detailnya, dan terkait security-nya juga,” tambah Tiko. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi