Pengembangan Smelter di Indonesia Butuh SDM Mumpuni



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan fasilitas pengelolaan dan pemurnian (smelter) di Indonesia perlu sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan secara bertahap bisa lepas dari dominasi tenaga kerja asing.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar mengatakan, salah satu kendala dalam pengembangan smelter adalah SDM, khususnya ahli yang terkait dengan metalurgi dan teknik kimia.

"Memang ahli yang mempunyai kualifikasi tersebut relatif terbatas di Indonesia sehingga memang perlu tenaga asing. Kalau untuk ahli memang tidak masalah dari asing, justru ini bisa dimanfaatkan oleh tenaga kita untuk belajar dan transfer skill," kata Bisman kepada KONTAN, Selasa (8/10).


Baca Juga: Smelter Katoda Milik Freeport di Gresik Beroperasi Penuh pada Januari 2025

Bisman menuturkan dampak kekurangan SDM di industri smelter berdampak cukup besar dan bisa menjadi hambatan karena keberadaan SDM ahli ini merupakan kebutuhan utama dalam pengembangan maupun operasional smelter.

"Tetapi hal ini seharusnya sudah bisa diantisipasi saat proses perencanaan dan diatasi dengan manajemen SDM yang baik," ujar Bisman.

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, untuk bidang keahlian metalurgi terutama pengoperasian smelter sebenarnya sudah banyak tenaga ahli yang kompeten.

Sebab, teknologi smelter tersebut sudah lama ada di Indonesia seperti di Vale dan Antam. Dengan masifnya pembangunan smelter terutama nikel dan investor lebih memilih membawa tenaga kerja dari negaranya sendiri seperti dari China yang dianggap lebih produktif dalam pembangunan dan pengoperasian smelter tersebut.

"Seharusnya setelah pembangunan smelter pengoperasian dapat dilakukan oleh putra bangsa Indonesia. Untuk beberapa posisi seperti operator harus dilakukan pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu agar pengoperasian smelter tersebut dapat berjalan lancar dan selamat," kata Rizal kepada Kontan, Selasa (8/10).

Menurut Rizal, banyak insinyur di bidang metalurgi, kimia, dan mesin yang bisa diplot untuk menjalankan smelter.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengakui industri pengolahan dan pmurnian yang saat ini berdiri di area-area tertentu seperti di Sulawesi dan Halmahera memang membutuhkan SDM yang mumpuni tapi ketersediaannya terbatas.

Menurut Hendra, pada saat awal memang harus diakui smelter terpaksa menggunakan tenaga kerja asing karena pabrik harus segera dijalankan. Namun demikian, Hendra berharap dalam waktu yang ditentukan ke depan penyiapan tenaga kerja lokal harus dilakukan dengan training atau pelatihan khususnya untuk level operator atau teknisi sehingga bisa menggantikan tenaga kerja asing.

"Kemampuan tenaga kerja kita mampu untuk menjalankan operasi pabrik. Tenaga kerja asing harus dibatasi pada level tertentu saja, dan juga dalam jangka waktu tertentu," ujar Hendra kepada KONTAN, Selasa (8/10).

Baca Juga: Divestasi Belum Rampung, Nasib Perpanjangan Kontrak Freeport di Tangan Prabowo

Hendra menambahkan, pembangunan dan pengoperasian pabrik pengolahan dan pemurnian harus merencanakan pemakaian tenaga kerja lokal semaksimal mungkin. Jika dilihat, teknologi yang digunakan saat ini dalam pabrik pengolahan dan pemurnian adalah teknologi-teknologi lama yang sudah ada dan proven sebelumnya dalam ekstraksi mineral. Untuk mengembangkan teknologi tersebut SDM seharusnya kita mampu dan bisa melakukannya

Sementara itu, Dewan Penasihat Asosiasi Penambang Nikel (APNI) Djoko Widajatno menilai tenaga metalurgi untuk industri smelter sebenarnya sudah cukup, akan tetapi pemilik modal, ingin membawa orangnya untuk mendampingi peralatan yang dibawa ke Indonesia sehingga tenaga kerja asing masih dibutuhkan.

"Untuk pengembangan smelter masih membutuhkan Tenaga Asing, menyangkut transfer teknologi," ujar Djoko kepada KONTAN, Selasa (8/10).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Ronald Sulistyanto menyoroti permasalahan tenaga asing di smelter lantaran tidak profesionalnya masing-masing tenaga ahli yang dimiliki Indonesia.

"Kalau tenaga asing biasanya dibawa oleh investor berdasarkan deal saat kontrak dibuat. Seperti contoh smelter yang terbangun sudah banyak transfer skill /tenaga yang ada," jelasnya kepada KONTAN, Selasa (8/10). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi