KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja penerimaan bea dan cukai pada empat bulan pertama tahun 2018 masih jauh dari kata memuaskan. Dari pos cukai, realisasi penerimaan jauh dari target. Harapan menggenjot penerimaan cukai juga semakin berat, karena rencana penambahan barang kena cukai baru masih terhalang pro dan kontra di internal pemerintah. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat penerimaan bea dan cukai hingga 30 April 2018 sebesar Rp 33,66 triliun, naik 14,84% dari periode sama tahun 2017. Namun jumlah itu hanya 17,34% dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 Rp194,10 triliun. Rendahnya pencapaian itu karena pos penerimaan cukai yang selama ini jadi andalan melempem. Dibanding pos bea masuk dan bea keluar, penerimaan cukai tumbuh paling kecil.
Disisi lain, pemerintah masih terpaku pada cukai hasil tembakau dan alkohol serta minuman dengan alkohol. Rencana pemerintah menambah barang kena cukai, seperti cukai plastik kantong kresek, hingga minuman bersoda, sampai saat ini belum ada kejelasan. Padahal, rencana pengenaan cukai plastik ditargetkan berlaku mulai pertengahan tahun ini. Di APBN 2018 juga sudah menargetkan cukai kantong kresek bisa menyumbang minimal sebesar Rp 500 miliar tahun ini. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengaku rencana pengenaan cukai plastik yang seharusnya keluar bulan ini masih terganjal, yaitu pada pembahasan di antar kementerian. Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, kendala itu menyebabkan penerimaan dari cukai baru tidak bisa diharapkan. "Yang kami lihat
concern-nya besar adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kemenko Maritim karena plastik sudah merusak laut, plastiknya dimakan ikan. Itu berbahaya," jelas Heru pekan lalu di kantor Kemkeu. Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai DJBC Kemkeu Sunaryo menambahkan hambatan pembahasan cukai plastik ada pada Kementerian Perindustrian (Kemprin). Sebab ada kekhawatirkan pengenaan cukai plastik juga berlaku ke pada barang lain, padahal hanya ke plastik kresek. "Ya, memang ada kekhawatiran (cukai meluas selain ke plastik kresek). Pernah kantong plastik dikenakan tarif Rp 200 toh jalan, tetapi nanti tidak sebesar itu," ujar Sunaryo, Senin (14/5). Industri menolak Anggota Komisi XI Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, pembahasan cukai plastik ini memang masih diwarnai pro-kontra. "Teristimewa dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan daya saing perusahaan produsen. Ini harus dicermati di tengah upaya kita ingin memelihara daya beli masyarakat dan mendorong perusahaan produsen untuk lebih berorientasi ekspor," jelas Hendrawan. Hendrawan juga mengakui di internal pemerintah ada perspektif yang berbeda-beda. "Kementerian Perindustrian cenderung memiliki perspektif sama dengan dunia korporasi," ujar Hendrawan. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto belum bisa dikonfirmasi atas hal ini. Pesan singkat dan telepon dari KONTAN tidak dijawab.
Namun Sekretaris Jenderal Sekjen Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengaku pelaku usaha dan pemerintah sudah berkali-kali membahas rencana cukai plastik. Pembahasan tidak hanya di tingkat kementerian, tapi juga di kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Kalau dari pengusaha keberatan, karena ini tidak pro industri dan investasi. Sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersikukuh ada cukai plastik. Tapi kami didukung Kemprin," terang Fajar. Tentu saja, jika pemerintah tak satu suara, tak mungkin rencana itu berjalan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini